Rabu 15 Jul 2020 13:28 WIB

Semester I 2020, Neraca Perdagangan RI Berbalik Surplus

Kinerja ekspor sepanjang Januari-Juni 2020 mencapai 76,4 miliar dolar AS.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kinerja neraca perdagangan Indonesia sepanjang semester I 2020 mengalami surplus.
Foto: Republik
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kinerja neraca perdagangan Indonesia sepanjang semester I 2020 mengalami surplus.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kinerja neraca perdagangan Indonesia sepanjang semester I 2020 mengalami surplus. Capaian itu berbalik dari kondisi neraca perdagangan semester I 2020 yang defisit.

Kepala BPS, Suhariyanto, menyampaikan, neraca dagang surplus sebesar 5,5 miliar dolar AS selama Januari hingga Juni 2020. Sementara di termin sama tahun lalu, neraca perdagangan defisit hingga 1,87 miliar dolar AS.

Baca Juga

"Ini jauh lebih baik dari pada tahun lalu. Kita harapkan ini menunjukkan sinyal positif," kata Suhariyanto dalam konferensi pers virtual, Rabu (15/7).

Mengutip data BPS, kinerja ekspor sepanjang Januari-JUni 2020 mencapai 76,4 miliar dolar AS sedangkan impor hanya 70,9 miliar dolar AS sehingga diperoleh surplus 5,5 miliar dolar AS.

Pada sektor perdagangan migas mengalami defisit sebesar 3,5 miliar dolar AS. Sebab, ekspor migas hanya mencapai 3,9 miliar dolar AS sedangkan impor tembus hingga 7,5 miliar dolar AS.

Namun, di sektor nonmigas mampu mencatatkan surplus 9,05 miliar dolar AS. Di mana ekspor nonmigas mencapai 72,4 miliar dolar AS sementara impor lebih rendah yakni 63,9 miliar dolar AS.

Lebih lanjut, Suhariyanto mengatakan, ekspor pada semester I tahun ini paling banyak disumbang doleh ekspor non migas khususnya bahan bakar mineral sebesar 9,37 miliar dolar AS. Ekspor komoditas tersebut berkontribusi hingga 12,94 persen terhadap total ekspor. Selanjutnya diikuti dengan ekspor lemak dan minyak hewan/nabati senilai 8,94 miliar dolar AS dengan porsi 12,34 persen.

Pangsa ekspor terbesar masih ke Cina yakni 17,7 persen dengan nilai mencapai 12,83 miliar dolar AS. Diikuti Amerika Serikat sebesar 8,59 miliar dolar AS dan Jepang 6,29 miliar dolar AS.

Kemudian pada sisi impor, Suhariyanto menyatakan impor terbesar semester I 2020 terbesar adalah mesin dan peralatan mekanis senilai 10,83 miliar dolar AS atau 17,09 persen dari total impor. Selanjutnya masih dari mesin dan perlengkapan elektrik sebesar 13,78 persen atau senilai 8,73 miliar. 

Adapun, untuk pangsa pasar terbesar impor juga dari Cina yakni 28,63 persen senilai 18,14 miliar dolar AS. Diikut Jepang 9,61 persen senilai 6,09 miliar dolar AS dan Singapura 6,64 persen dengan nilai 4,21 miliar dolar AS. 

Menurut Suhariyanto, kinerja ekspor dan impor Indonesia tetap berpeluang untuk terus dalam tren positif. Namun, itu kembali kepada kegiatan masyarkat di dalam negeri di tengah pandemi Covid-19. "Kita tahu, pemerintah mengutamakan kesehatan, tapi kita juga jaga keseimbangan supaya aktivitas ekonomi berjalan," katanya.

Ia menuturkan, sejak pemerintah menerapkan work from home, BPS melakukan survei perubahan mobilitas penduduk. Aktivitas di rumah tentunya mulai meningkat ketimbang aktivitas di tempat kerja. Sebaliknya, aktivita di tempat kerja mulai meningkat ketika pemerintah mulai menerapkan work from office di masa kenormalan baru.

Meski masih dibutuhkan waktu agar aktivitas seperti normal, hal itu setidaknya akan berdampak pada naiknya aktivitas ekonomi yang berimbas pada neraca perdagangan. Hanya saja, dari aspek tersebut, kunci agar tetap aman adalah menjaga protokol kesehatan.

"Masyarakat tidak bisa anggap enteng protokol kesehatan sehingga kita tetap bisa (beraktivitas). Mudah-mudahan ekonomi kita bergeliat," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement