Selasa 14 Jul 2020 19:30 WIB

Uni Eropa Kecam Turki Atas Berubahnya Status Hagia Sophia

Uni Eropa mengutukTurki yang mengubah Hagia Sophia menjadi masjid.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
picture-alliance/AP Photo/V. Mayo
picture-alliance/AP Photo/V. Mayo

Uni Eropa dan Turki memiliki pandangan yang berseberangan atas keputusan mengubah status Hagia Sophia, dari museum menjadi masjid, kata pejabat tinggi kebijakan luar negeri Uni Eropa (UE) Josep Borrell pada Senin (13/07).

Para menteri luar negeri dari 27 negara anggota UE mengatakan bahwa mereka "mengutuk keputusan untuk mengubah monumen simbolik seperti Hagia Sophia," kata Borrell.

"Keputusan ini pasti akan memicu ketidakpercayaan, mempromosikan perpecahan baru antara komunitas agama dan merusak upaya kita dalam dialog dan kerja sama," katanya setelah pertemuan tatap muka pertama para menteri luar negeri Uni Eropa dalam beberapa bulan di masa pandemi COVID-19.

Borrell menambahkan ada "dukungan luas untuk menyerukan pihak berwenang Turki untuk segera mempertimbangkan dan membalikkan keputusan ini."

Hagia Sophia awalnya dibangun sebagai katedral Kristen di Istanbul. Banyak pihak telah menyatakan kekecewaannya, atas tindakan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang mengubah status Hagia Sophia menjadi masjid.

Turki bicara 'hak kedaulatan'

Namun, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu menolak kecaman atas keputusan negaranya mengubah Haghia Sophia menjadi masjid.

"Haghia Sophia ditinggalkan sebagai warisan sebagai masjid dan harus digunakan sebagai masjid," kata Cavusoglu kepada kantor berita Turki TRT. "Kami sangat menolak komentar yang bernada intervensi dalam hak-hak kedaulatan Turki."

Krisis Cina

Tak hanya soal Hagia Sophia, Borrell mengatakan UE juga sedang mempersiapkan respons terhadap Undang-undang Keamanan baru Cina tentang Hong Kong.

Para diplomat mengatakan telah ada konsensus di antara negara-negara anggota UE untuk bertindak, tetapi respons keras terhadap Cina tidak dipertimbangkan menyusul adanya penolakan dari mitra dagang terdekat Cina di Eropa, seperti Hongaria dan Yunani.

Sementara Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen bulan lalu memperingatkan "konsekuensi yang sangat negatif" bagi Cina, Borrell menyarankan respons yang lebih terukur.

"Kami telah sepakat hari ini untuk mengembangkan respons Uni Eropa yang terkoordinasi untuk menunjukkan dukungan bagi otonomi dan masyarakat sipil Hong Kong," kata Borrell.

"Ini akan terdiri dari langkah-langkah baik di tingkat Uni Eropa dan juga langkah-langkah pada kompetensi nasional negara-negara anggota dengan pendekatan yang terkoordinasi," kata Borrell.

Merkel menyerukan respons kolektif

Kanselir Jerman Angela Merkel mendukung tanggapan Uni Eropa yang kohesif tetapi memperingatkan agar tidak memutus pembicaraan dengan Cina. "Adalah penting bahwa negara-negara anggota UE berusaha menemukan kebijakan bersama terhadap Cina dan jawaban bersama," katanya saat konferensi pers dengan Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte. "[Tapi] ini bukan alasan untuk tidak tetap berdialog dengan Cina."

Borrell mengatakan negara-negara UE juga dapat meninjau perjanjian ekstradisi mereka dengan otoritas Hong Kong, meninjau saran perjalanan, menambah beasiswa untuk siswa Hong Kong dan menawarkan lebih banyak visa.

pkp/gtp (AP, AFP, dpa, Reuters)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement