Selasa 14 Jul 2020 13:22 WIB

Negara Akhirnya Akui Hutan Adat Masyarakat Dayak Iban

Pengakuan negara berupa SK Menteri LHK untuk hutan seluas 9.480 hektare

Rep: Febryan A/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Anggota masyarakat adat Dayak Iban Sungai Utik sedang berada di kawasan hutan adat mereka di Dusun Sungai Utik, Desa Batu Lintang, Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Hutan adat dengan luas sekitar 9.480 hektare itu telah mendapat pengakuan dari negara, lewat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pada 20 Mei 2020.
Foto: Dok. Pribadi/Herkulanus Sutomo Mana
Anggota masyarakat adat Dayak Iban Sungai Utik sedang berada di kawasan hutan adat mereka di Dusun Sungai Utik, Desa Batu Lintang, Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Hutan adat dengan luas sekitar 9.480 hektare itu telah mendapat pengakuan dari negara, lewat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pada 20 Mei 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Negara, melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, akhirnya mengakui hutan adat milik masyarakat adat Dayak Iban Sungai Utik pada 20 Mei 2020 lalu. Luasnya sekitar 9.480 hektare atau hampir setara dengan dua kali luas Jakarta Pusat (4.813 hektare).

Berdasarkan surat keputusan (SK) yang disahkan Menteri Lingkungan Hidup Siti Nurbaya, hutan adat itu ditetapkan kepada Masyarakat Hukum Adat Dayak Iban Menua Sungai Utik Ketemenggungan Jalai Lintang. Mereka adalah masyarakat yang sebagian besar tinggal di sebuah rumah betang (rumah panjang), di Dusun Sungai Utik, Desa Batu Lintang, Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Dusun Sungai Utik dihuni 270 jiwa (81 Kepala Keluarga).

photo
Anggota masyarakat adat Dayak Iban Sungai Utik sedang berada di kawasan hutan adat mereka di Dusun Sungai Utik, Desa Batu Lintang, Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Hutan adat dengan luas sekitar 9.480 hektare itu telah mendapat pengakuan dari negara, lewat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pada 20 Mei 2020. - (Dok. Pribadi/Herkulanus Sutomo Mana)

Hutan adat Dayak Iban seluas 9.480 hektare (ha) di Desa Batu Lintang itu berada di tiga jenis kawasan. Seluas 3.862 ha di kawasan hutan lindung (HL), 5.518 ha di kawasan hutan produksi terbatas (HPT), dan 100 ha di areal penggunaan lain (APL). Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, ini adalah hutan adat terluas yang telah diakui negara sejauh ini.

Herkulanus Sutomo Mana, salah satu warga Dayak Iban Sungai Utik, mengatakan, masyarakat sangat senang dengan pengakuan hutan adat ini. "Karena ini memang perjuangan yang cukup panjang untuk mendapatkan pengakuan," kata Sutomo, kepada Republika, Selasa (14/7). 

 

Pengakuan hutan adat tersebut memang tak datang begitu saja. Semua itu dimulai dari upaya pelestarian hutan tanpa henti. Terutama sejak tahun 80-an, masyarakat Dayak Iban gigih menjaga hutan dari pembalakan liar dan rayuan perusahaan sawit. 

Kegigihan itu pun diganjar penghargaan Equator Prize 2019 dari United Nations Development Programme (UNDP) di New York, Amerika Serikat, 24 September 2019. Bersama 21 komunitas adat lainnya, masyarakat adat Dayak Iban Sungai Utik meraih penghargaan tersebut karena berhasil menjaga lingkungan.

Adapun perjuangan untuk mendapatkan pengakuan hutan adat dari negara telah mereka lakukan selama 22 tahun terakhir. Setelah dilakukan pemetaan partisipatif pada 1998, masyarakat adat Dayak Iban sudah beberapa kali meminta pengakuan negara, tapi selalu gagal.

"(Kegagalan) saat itu mungkin karena payung hukum hutan adat belum ada. Pengakuan hutan adat baru ada di Indonesia kan tahun 2016," kata Sutomo yang juga menjabat sebagai Ketua Serakop Iban Perbatasan.  

Upaya mendapatkan pengakuan itu mulai menunjukkan titik terang pada 2018 ketika dikeluarkannya Peraturan Daerah Kabupaten Kapuas Hulu tentang pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat Kapuas Hulu. Setahun kemudian berlanjut dengan dikeluarkannya Keputusan Bupati tentang pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat Dayak Iban Sungai Utik.

photo
Anggota masyarakat adat Dayak Iban Sungai Utik sedang berada di kawasan hutan adat mereka di Dusun Sungai Utik, Desa Batu Lintang, Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Hutan adat dengan luas sekitar 9.480 hektare itu telah mendapat pengakuan dari negara, lewat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pada 20 Mei 2020. - (Dok. Pribadi/Herkulanus Sutomo Mana)

Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Bambang Supriyanto mengatakan, pengusulan hutan adat itu diterima pihaknya pada pertengahan 2019. Pengurusan SK-nya hanya berlangsung sekitar satu tahun.

"Kami prosesnya cepat. Kita (verifikasi) subjek-objek pada Desember 2019, lalu kemarin (Mei 2020) langsung terbit," kata Bambang kepada Republika.co.id, Senin (13/7).

Bambang menjelaskan, pemberian SK itu adalah bentuk pengakuan negara terhadap masyarakat Dayak Iban. Sehingga kearifan lokal mereka dalam mengelola hutan adat akan terlindungi. Hutan tersebut juga akan terlindungi dari pihak-pihak luar yang ingin mengeksploitasinya.

Sutomo menyampaikan hal serupa. Dengan pengakuan ini, kata dia, masyarakat Dayak Iban Sungai Utik kini tak perlu cemas lagi dalam mengelola hutan adatnya. Tidak seperti sebelumnya di mana pengelolaan hutan adat mereka kerap berbenturan dengan “hak yang dikeluarkan pemerintah seperti HPH (hal pengusahaan hutan), perkebunan dan pertambangan".

"Sekarang sudah ada kepastian hukum. Tidak ada alas hukum lagi yang bisa diserahkan negara kepada investor atau segala macam," ungkap Sutomo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement