Ahad 12 Jul 2020 19:07 WIB

Boikot, Efektifkah Hilangkan LGBT?

Bisakah LGBT ini dicegah dan diberantas? Sangat bisa

Rep: Retizen/ Red: Elba Damhuri
Ilustrasi  LGBT
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi LGBT

RETIZEN -- Pengirim: Yulia Dwi P, SPd*

Seakan tak pernah habis berita terkait LGBT dengan semua problemnya. Dan yang terbaru adalah ramainya kecaman netizen di dunia maya terhadap Unilever karena dukungannya kepada gerakan ini. 

Bahkan, tak sedikit seruan untuk memboikot produk Unilever, di antaranya disampaikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ketua Komisi Ekonomi MUI, Azrul Tanjung, menyatakan akan memboikot Unilever dan mengajak masyarakat untuk beralih pada produk lain, seperti dikutip Republika, Ahad (28/6/2020).

Dengan boikot mungkin akan membuat Unilever berpikir sejenak untuk menarik dukungannya, tapi sama sekali tak membuat gerakan ini berhenti.

Selain Unilever, masih banyak sekali pendukung gerakan ini. Bahkan LGBT di negeri ini telah berkembang menjadi gaya hidup. 

Pesta gay sering digerebek, namun para pelakunya dilepas kembali karena tak ada pasal pidana yang bisa menjerat mereka. 

Menurut mereka, menjadi lesbian, gay, biseks, maupun transgender adalah sebuah pilihan sebagai bagian dari hak asasi.

Kalaupun kemudian muncul masalah, maka itu dianggap karena kurangnya pengaturan baik dari masyarakat maupun negara, bukan karena salahnya pilihan mereka. 

Ini jelas pandangan yang salah. LGBT bukan pilihan bagi orang normal, tapi pilihan bagi orang abnormal. LGBT adalah sebuah penyimpangan dari fitrah manusia.

Bisakah LGBT ini dicegah dan diberantas? Sangat bisa. Tapi tak cukup hanya dengan boikot produk yang mendukung LGBT. 

Problem LGBT adalah problem sistemis, menyangkut banyak faktor yang saling terkait satu sama lain, butuh solusi sistemis. Di sinilah, peran negara menjadi sangat penting. 

Pertama, Negara menanamkan iman dan takwa kepada seluruh anggota masyarakat agar menjauhi semua perilaku menyimpang dan maksiat. 

Kedua, Negara akan menghentikan penyebaran segala bentuk pornografi dan pornoaksi baik yang dilakukan sesama jenis maupun berbeda jenis. 

Ketiga, Negara akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang menjamin keadilan dan kesejahteraan ekonomi rakyat, sehingga tak akan ada pelaku LGBT yang menjadikan alasan ekonomi. 

Keempat, Jika masih ada yang melakukan, maka sistem ‘uqubat (sanksi) Islam akan menjadi benteng yang bisa melindungi masyarakat dari semua itu.

*Yulia Dwi P, S.Pd, Guru SMA Swasta, Plemahan Kediri

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement