Ahad 12 Jul 2020 09:25 WIB

Warga Hong Kong Pertimbangkan Pindah ke Inggris

Sekitar 350 ribu warga Hong Kong dapat pindah ke Inggris dengan paspor BNO.

Rep: Lintar Satria/ Red: Indira Rezkisari
 Seorang lelaki menggendong putranya di seberang jalan sementara polisi anti huru hara mendorong kembali para pengunjuk rasa pada hari peringatan penyerahan Hong Kong ke Cina dari Inggris di Hong Kong, Rabu, Juli. 1, 2020. Hong Kong menandai peringatan 23 tahun penyerahannya ke Cina pada tahun 1997, dan hanya satu hari setelah Cina memberlakukan undang-undang keamanan nasional yang menindak protes di wilayah tersebut.
Foto: AP / Kin Cheung
Seorang lelaki menggendong putranya di seberang jalan sementara polisi anti huru hara mendorong kembali para pengunjuk rasa pada hari peringatan penyerahan Hong Kong ke Cina dari Inggris di Hong Kong, Rabu, Juli. 1, 2020. Hong Kong menandai peringatan 23 tahun penyerahannya ke Cina pada tahun 1997, dan hanya satu hari setelah Cina memberlakukan undang-undang keamanan nasional yang menindak protes di wilayah tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- China telah memberlakukan undang-undang keamanan nasional di Hong Kong. Akibatnya, banyak warga kota semi otonom itu yang mengatur strategi untuk keluar dari bekas koloni Inggris tersebut.

Sekitar 350 ribu warga Hong Kong dapat pindah ke Inggris dengan paspor British National Overseas (BNO).  Seperti Michael dan Serena yang memutuskan untuk meninggalkan Hong Kong dan pindah ke Inggris, negara yang tidak pernah mereka kunjungi.

Baca Juga

Pasangan itu memiliki paspor BNO yang dikeluarkan untuk warga Hong Kong sebelum kota itu dikembalikan ke Cina pada Juli 1997. Pada dasarnya pemilik dokumen itu miliki sejumlah hak bantuan konsulat. Kegunaannya tampak terbatas tapi mempermudah akses ke Inggris dan negara-negara Eropa.

Bersama putri mereka yang berusia 13 tahun, Michael dan Serena hidup nyaman di Hong Kong. Keduanya bekerja sebagai manajer menengah di sebuah bank. Mereka kerap bepergian. Beberapa tahun lalu keluarga itu sudah membeli sebuah flat.

Maka banyak hal yang harus mereka korbankan bila meninggalkan Hong Kong. Tapi menurut pasangan itu Hong Kong sudah tidak dapat dikenali lagi. Terutama dalam mengatasi unjuk rasa pro-demokrasi yang berlangsung selama berbulan-bulan.

Dalam demonstrasi yang dipicu undang-undang ekstradisi itu polisi kerap bentrok dengan pengunjuk rasa. Michael dan Serena menilai pemerintah tidak mendengarkan rakyat dan polisi tidak menahan diri dalam menggunakan kekerasan.

Walaupun pasangan tersebut tidak ikut berunjuk rasa karena mereka bekerja di bank China sehingga keduanya dapat dipecat bila turun ke jalan. Tapi demonstrasi itu sangat mempengaruhi putri mereka.  

"Dia sangat marah dan kesal, ia selalu bertanya mengapa pihak berwenang bisa memperlakukan kami seperti itu?" kata Serena, seperti dilansir dari BBC, Ahad (12/7).

Ia menambahkan putrinya memberitahu pasangan itu ia ingin belajar di luar negeri. Undang-undang keamanan nasional yang berlaku pada pekan lalu menjadi batas akhir pasangan tersebut. "Pasal-pasal di undang-undang keamanan nasional keterlaluan," kata Michael.

Serena mengatakan ia tidak percaya dengan klaim-klaim Beijing yang mengatakan undang-undang itu hanya akan mengincar 'sejumlah orang'. Kini Inggris ingin menawarkan kewarganegaraan bagi pemilik paspor BNO yang sudah bermukim di negara itu selama enam tahun.

Inggris menilai undang-undang keamanan nasional telah melanggar perjanjian Deklarasi Bersama China-Inggris. Sebab China telah melanggar otonomi Hong Kong dan mengintervensi kebebasan sipil warganya.

Awalnya Michael dan Serena hanya ingin mengirimkan putri mereka belajar di luar negeri. Tapi kini mereka berencana untuk pindah sebagai keluarga. Pada bulan November lalu pasangan itu memperpanjang paspor BNO mereka, setelah mempertimpangkan paspor itu mungkin akan berguna dalam menghadapi ketidakpastian masa depan.

"Saya pikir kewarganegaraan yang Inggris tawarkan untuk pemilik paspor BNO adalah langkah terakhir, saya tidak berpikir hal ini terjadi begitu cepat, tapi perubahan besar terjadi," kata Michael.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement