Ahad 12 Jul 2020 08:12 WIB

Kali Brantas Terpapar Mikroplastik

Air Kali Brantas mengandung ion terlarut tinggi termasuk logam berat di dalamnya.

Rep: Wilda Fizriyani / Red: Agus Yulianto
Pekerja menambang pasir menggunakan perahu dengan latar belakang jembatan Brawijaya di aliran sungai Brantas, Kota Kediri, Jawa Timur. Sungai ini pun dipenuhi dengan sampah mikropalstik.
Foto: ANTARA/Prasetia Fauzani
Pekerja menambang pasir menggunakan perahu dengan latar belakang jembatan Brawijaya di aliran sungai Brantas, Kota Kediri, Jawa Timur. Sungai ini pun dipenuhi dengan sampah mikropalstik.

REPUBLIKA.CO.ID, JOMBANG -- Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) menemukan, Kali Brantas wilayah Kediri, Jombang dan Mojokerto telah tercemar mikroplastik. Salah satu penyebabnya berasal dari timbulan sampah di Jembatan Ploso, Jombang, Jawa Timur (Jatim).

Tim peneliti Mikroplastik Ecoton, Kurnia Rahmawati telah melakukan pengamatan menggunakan mikroplastik stereo pembesaran 20 kali. Hasilnya menunjukan, Kali Brantas area Mojokerto mengandung 44 partikel mikroplastik dalam 100 liter air sampel. 

"Di Jombang 33 per 100 liter dan Kediri paling sedikit 26 per 100 liter," ujar Kurnia.

Jenis mikroplastik yang paling banyak dijumpai berupa filamen. Jenis ini merupakan lembaran plastik kecil yang berasal dari serpihan tas kresek. Bisa juga berasal dari botol plastik air minum sekali pakai.

Tim peneliti Ecoton, Rafika Aprilianti menjelaskan, kondisi Kali Brantas di Jombang, Mojokerto dan Kediri masih bagus. Namun, kandungan ion terlarutnya tercatat di atas 2.000 ppm. Itu artinya Kali Brantas mengandung ion terlarut tinggi termasuk logam berat di dalamnya.

"Tingginya TDS (Total Dissolved Solid atau kandungan ion terlarut) karena bulan Juli memasuki musim kemarau di mana debit air berkurang dan bertambahnya debit polutan Brantas," katanya.

Ecoton juga memantau kualitas air dengan mengukur kadar klorin di Kali Brantas area Mojokerto, Jombang dan Kediri. Kandungan klorin di Ploso berada di angka 0,01 ppm sehingga menunjukkan kondisinya masih bagus. Hal ini berbeda dengan wilayah Brantas hilir di Surabaya di mana kandungan klorinnya jauh dari standar, yakni 0,2 hingga 0,4 ppm.

Secara kasat mata, jembatan Ploso Jombang dicemari banyak sampah sachet minuman ringan, kopi, susu dan sebagainya. "Banyak ditemukan dibuang dalam satu kresek besar, ada juga onggokan sisa pembakaran sachet di bantaran sungai,” ujar Peneliti Ecoton, Imam Muzammil 

Imam menegaskan, sampah plastik sachet sangat sulit terurai. Bahkan, sampahnya akan bertahan selama bertahun-tahun sehingga bisa mengotori perairan sungai. Sachet juga dikenal memiliki beberapa lapisan plastik yang akan menyulitkan proses daur ulang.

Menurut dia, lapisan sampah sachet harus dipisah saat hendak didaur ulang. Proses ini yang sampai sekarang belum ditemukan solusinya. Oleh sebab itu, banyak warga mengambil jalan pintas dengan membakar sachet.

"Jika sampah sachet dibakar akan menimbulkan gas beracun dioksin. Bisa sebabkan kanker, sakit pernapasan, gangguan saraf, kemandulan," ucap dia.

Sampah sachet mengandung bahan penyusun plastik yang sangat berbahaya. Jika terurai menjadi remahan kecil/mikroplastik, maka akan mengontaminasi sungai dan ikan serta masuk ke dalam tubuh manusia. Selain itu, sachet juga akan menambah volume sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). 

Ecoton mendesak pemerintah, pengelola sungai Brantas dan produsen serta konsumen untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Instansi terkait diminta menyediakan tempat khusus untuk jenis sampah residu seperti bungkus multilayer, popok bayi dan pembalut wanita. Kemudian melarang penggunaan microbeads sintetis dalam kosmetik atau peralatan personal care.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement