Ahad 12 Jul 2020 06:25 WIB

Iran Larang Perayaan Pernikahan

Iran kembali mengetatkan aturan mewaspadai gelombang kedua Covid-19.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Indira Rezkisari
Presiden Iran Hassan Rouhani serukan larangan bagi pertemuan besar untuk mencegah Covid-19.
Foto: Iranian Presidency Office via AP
Presiden Iran Hassan Rouhani serukan larangan bagi pertemuan besar untuk mencegah Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Presiden Iran, Hassan Rouhani, menyerukan larangan pertemuan besar seperti pernikahan dan pemakaman untuk membendung peningkatan infeksi virus corona, Sabtu (11/7). Meski begitu, pemerintah bersikeras ekonomi negara harus tetap berjalan.

"Kita harus melarang upacara dan pertemuan di seluruh negeri, apakah itu bangun, pernikahan atau pesta," kata Rouhani.

Baca Juga

Setelah pidato Rouhani di televisi, seorang pejabat polisi di Teheran mengumumkan penutupan semua tempat pernikahan dan berkabung di ibu kota sampai pemberitahuan lebih lanjut. Padahal, sebelumnya Iran secara bertahap mengendurkan pembatasan sejak pertengahan April, tetapi baru-baru ini melaporkan kenaikan tajam dalam kasus infeksi.

"Sekarang bukan waktunya untuk festival atau seminar," kata presiden seraya menambahkan bahwa ujian masuk universitas pun mungkin harus ditangguhkan.

Kantor berita Iran ISNA, Rouhani dan pejabat lainnya menyalahkan kenaikan infeksi akibat dari pesta pernikahan, pemakaman, dan pertemuan publik lainnya.

Penasihat Satuan Tugas Virus Korona Iran, Hossein Qenaati, memperingatkan jika langkah-langkah yang tepat tidak diambil risikonya bisa fatal. Antara 50.000 dan 60.000 orang dapat meninggal akibat pandemi.

"Gelombang kedua, yang akan terjadi pada musim gugur, akan jauh lebih mematikan," kata Qenaati.

Tapi, ketika Iran berjuang untuk menghentikan penyebaran Covid-19, pemerintah juga khawatir bahwa langkah-langkah yang lebih keras dapat menghancurkan ekonomi. Padahal negara ini sudah menghadapi ekonomi yang terhuyung-huyung di bawah sanksi Amerika Serikat.

Korban meninggal pada Sabtu naik 188 dari 24 jam sebelumnya menjadi 12.635. Sementara jumlah total kasus yang didiagnosis mencapai 255.117, naik 2.397 selama periode yang sama, dikutip dari Reuters.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement