Sabtu 11 Jul 2020 19:08 WIB

TGB : Kemandirian Ekonomi Pesantren Termasuk Jihad Masa Kini

Kemandirian ekonomi pesantren adalah bagian ikhtiar kuatkan Islam Tanah Air.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Nashih Nashrullah
Ketua Organisasi Internasional Alumni Al Azhar (OIAA) Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi menyatakan emandirian ekonomi pesantren adalah bagian ikhtiar kuatkan Islam Tanah Air.
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Ketua Organisasi Internasional Alumni Al Azhar (OIAA) Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi menyatakan emandirian ekonomi pesantren adalah bagian ikhtiar kuatkan Islam Tanah Air.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tuan Guru Bajang (TGB) M Zainul Majdi menekankan, kemandirian ekonomi pesantren termasuk dalam jihad. Di masa saat ini, jihad ekonomi juga harus diletakkan di posisi depan.

"Saat ini, jihad ekonomi harus diletakkan di depan, jangan sampai terpinggirkan jihad yang lain. Jangan kita lupakan, Nabi Muhammad SAW setelah hijrah ke Madinah dan menanam fondasi masjid, berikutnya adalah membuka pasar," ujar TGB dalam webinar dengan tema "Pesantren dan Kemandirian Ekonomi", Sabtu (11/7).  

Baca Juga

Ia lantas menyebut pentingnya mempersiapkan diri sejak saat ini yang berguna bagi masa depan. Sudah cukup bangsa Indonesia merasa bangga dengan masa lalu hingga lantas terbuai dan melupakan masa kini dan masa depan.  

Tugas umat Muslim di Indonesia adalah mempromosikan jihad ekonomi ini. Ikhtiar dakwah tidak hanya berjalan dalam hal politik, sekolah, tapi juga ekonomi. 

Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad bersabda, "Mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah, sedangkan pada masing-masing itu ada kebaikannya". Kuat yang dimaksud mencakup iman, ekonomi, semangat, fisik, serta ilmu.  

"Kekuatan ekonomi tanpa dibarengi iman, itu bahaya. Banyak contoh akumulasi kapital tanpa iman akan menjatuhkan. Kekuatan yang ada akan menghadirkan kemaslahatan jika fondasi imannya kuat," lanjut TGB.  

Ketua Umum Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) Cabang Indonesia ini juga menyebut, pondok pesantren (Ponpes) termasuk yang memiliki peran besar dalam menjalankan jihad ekonomi. Ponpes merupakan titik untuk membangun kekuatan umat.  

Berbicara mengenai Indonesia, sama seperti berbicara tentang umat. Kemajuan umat Islam sangat penting untuk keselamatan dan ketentraman bangsa. Umat yang dibahas, bukan hanya berpikir sektoral Islam. Sebanyak 85 persen penduduk Indonesia adalah Muslim, sehingga memajukan umat sama dengan kemajuan bangsa .

Pesantren, disebut memiliki data statistik yang luar biasa. Menteri Agama, Fachrul Razi, terbaru menyebut jumlah pesantren hingga tahun 2020 tercatat sebanyak 28.194. Dari jumlah itu, tercatat sebanyak 5 juta santri bermukim. Secara statistik, sumber daya manusia (SDM) ponpes luar biasa.

Sumber daya lainnya, seperti tata nilai, lahan, jejaring, serta legitimasi sosial atas ponpes juga tidak bisa diragukan lagi. Hingga kini, pesantren memegang kepercayaan masyarakat. Ada ketakziman, kedekatan, bahkan rujukan pada ponpes.

"Ponpes, baik dari potensi SDM maupun sumber daya lain, sesungguhnya sangat layak dan pantas menjadi basis pengembangan ekonomi umat," ujar TGB.

Kemandirian, selaku tata nilai pesantren cocok untuk pengembangan kewirausahaan dan kepeloporan. Namun, hingga kini dalam praktiknya kemandirian ekonomi ponpes masih belum banyak dibangun dan dikuatkan.

Meski beberapa pondok pesantren telah berusaha membangun sisi ekonomi ini, namun hal itu belum berjalan serentak di semua pondok. TGB menyebut, menjadi tugas semua umat untuk menyamakan suara dalam kemandirian ekonomi ini.

Selain itu, TGB menilai regulasi atau kebijakan pemerintah juga memiliki peran dalam mendukung kemandirian ekonomi pesantren. Jika regulasi dan inisiasi bisa berjalan beriringan, bukan hal yang mustahil pondok pesantren akan berdaya.  

Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Oleh Soleh, dalam kesempatan yang sama menyebut wilayahnya merupakan provinsi pertama yang menyambut pelaksanaan sisi teknis aplikasi dan realisasi UU Pondok Pesantren. Saat ini, DPRD Jawa Barat sedang menggodok Peraturan Daerah (Perda) sebagai payung hukum pelaksanaannya  

"UU ini bertujuan mengingatkan semua pihak, khusususnya pemerintah baik pusat hingga tingkat desa, jangan sekali-kali melupakan sejarah. Sejarah Indonesia berdiri hampir 90persen hasil perjuangan Kyai, Alim Ulama dan santri," ujarnya.

Substansi pokok hadirnya UU dan Perda yang sedang digagas ini adalah perihal pengakuan. Nilai sosial, utamanya di bidang pendidikan dan berhubungan dengan nilai yang diberikan pesantren, diharap bisa diakui oleh pemerintah.

Berikutnya, berhubungan dengan politik anggaran atau pembahasan anggaran hadir di pesantren. Ponpes di Indonesia terkenal dengan kemandiriannya dan tidak bergantung pada pemerintah.

Namun, pemerintah tidak boleh abai terhadap kehadiran pondok pesantren. Ke depannya, setiap rupiah yang dianggarkan untuk APBD maupun APBN diharap bisa diberikan kepada pondok pesantren.

Terakhir, UU dan Perda ini diharap mendorong penyamaan derajat antara pendidikan formal dan non-formal. Penyamaan derajat bisa dilakukan di berbagai sisi. "Sederajat ini bisa dalam hal proses belajar mengajar, pengayoman penyediaan infrastruktur dan pengakuan hasil pendidikan," kata Oleh Soleh.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement