Sabtu 11 Jul 2020 17:58 WIB

Kopi dan Furnitur, Komoditas Paling Laris di San Fransisco

Amerika Serikat menjadi salah satu target pasar para pelaku bisnis Indonesia.

Rep: Vina Anggita (swa.co.id)/ Red: Vina Anggita (swa.co.id)
Web seminar
Web seminar

Amerika Serikat (AS) adalah salah satu pasar unggulan yang menjadi target para pelaku bisnis Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, Amerika Serikat menjadi negara tujuan ekspor terbesar kedua selama tiga tahun terakhir setelah China, terutama untuk produk nonmigas.

Salah satu wilayah di Amerika yang memiliki peluang besar bagi ekspor produk Indonesia adalah San Fransisco. San Fransisco memiliki populasi sekitar 31,6 juta jiwa dengan GDP perkapita sebesar US$ 6,1 triliun.

Wilayah ini menjadi pusatnya IT yang terkenal dengan Silicon Valley-nya sebagai pusat perkembangan perusahaan-perusahaan di bidang IT sejak tahun 1970-an. Terdapat sekitar 1.000 perusahaan IT seperti Google, Facebook, Apple, Microsoft, dan Amazon. Di wilayah-wilayah ini juga terdapat beberapa universitas terkenal seperti Berkeley dan Stanford University.

Pada 2019, total perdagangan Indonesia dengan wilayah kerja Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) San Fransisco yang meliputi Northern California, Northern Nevada, Alaska, Idaho, Montana, Oregon, Washington, dan Wyoming, tercatat sebesar US$ 3,2 miliar. Nilai itu terdiri dari ekspor sebesar US$ 2,04 miliar dan impor sebesar US$ 1,17 miliar.

"Artinya, Indonesia mengalami surplus US$ 865,6 juta atau naik 13,46% dari tahun sebelumnya," ujar Simon D.I Soekarno, Konjen RI di San Fransisco dalam web seminar Potensi Bisnis Indonesia-Amerika pada Jumat (10/07/2020).

Simon mengungkapkan, ada lima produk utama ekspor RI ke wilayah KJRI San Fransisco yakni pakaian jadi (US$ 510,72 juta), mesin elektronik (US$ 227,88 juta), mesin, reaktor nuklir (US$ 149,13 juta), furnitur (US$ 145,49 juta), kopi, teh, dan rempah-rempah (US$ 121,11 juta).

Sementara, lima produk yang diimpor ke Indonesia dari KJRI San Fransisco di antaranya sereal (US$ 242,02 juta), bahan kimia (US$ 191,7 juta), produk susu/dairy products (US$ 102,06 juta), mesin, reaktor nuklir (US$ 70,43 juta), dan produk kayu (US$ 61,48 juta).

Menurut Simon, peluang ekspor kopi Indonesia ke wilker KJRI San Fransisco sangat besar. Pada 2019, nilai ekspor kopi RI ke wilker KJRI San Fransisco mencapai US$ 104 juta naik 3,28% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar US$ 100,70 juta. Angka ini juga merupakan kontribusi 34,47% dari total ekspor kopi RI ke AS sebesar US$ 301,69 juta.

"Pantai Barat AS (San Fransisco, Seattle, Portland) adalah wilayah berkembangnya budaya kopi di AS, baik first, second, dan third wave cofee. Wilayah ini sangat penting bagi masuknya kopi-kopi dari Indonesia. Pantai Barat juga merupakan markas perusahaan chain coffee (Starbucks, Peets Coffee, Blue Bottle Coffee), perusahaan importir green beans (Royal Coffee, Atlas Coffee), dan juga komunitas roastery kopi," jelasnya.

Indonesia dinilai Simon dapat memiliki peluang ekspor kopi yang lebih besar di wilayah tersebut. Untuk green beans misalnya, saat ini Indonesia eksportir ketiga untuk green beans ke AS (2019: US$ 301,48 juta). Indonesia juga dikenal akan penajaman profil rasa dan story dari produk kopinya.

Namun, Simon menyarankan, Indonesia perlu pengembangan teknologi dan teknik roasting agar dapat memproduksi roasted beans yang tahan lama untuk diekspor.

"Saat ini Kanada, Swiss, dan Italia menjadi negara eksportir roasted beans terbesar ke AS pada tahun 2019. Indonesia masih berada di posisi ke 42. Oleh karena itu, potensinya masih besar sekali," ujarnya.

Selain kopi, kata Simon, saat ini produk furnitur juga sedang digemari oleh pasar Amerika. Hal ini dapat dilihat dari nilai produk ekspor furnitur RI ke AS yang mengalami pertumbuhan secara konsisten di tengah perang dagang antara AS dan RRT (Republik Rakyat Tiongkok) serta pandemi Covid-19.

Pada 2019, nilai ekspornya mencapai US$ 1,04 miliar atau naik 25,59% dari tahun 2018 sebesar US$ 808,77 juta. Pada Januari hingga Maret 2020 nilai ekspornya mencapai US$ 381,45 juta. Angkai ini naik 71,24% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 222,76 juta.

Adapun nilai ekspor furnitur RI ke wilker KJRI San Fransisco pada 2019 sebesar US$ 145,50 juta. Nilai ini naik 29,16% dari US$ 126,75 juta pada 2018. Wilker KJRI San Fransisco berkontribusi 13,99% dari total nilai ekspor furnitur RI ke AS.

Simon mengungkapkan, peningkatan ini terjadi karena adanya kenaikan penjualan secara online. "Sejak pandemi yang mengharuskan mereka work from home, mereka mulai memperbaharui furnitur di rumah agar bisa bekerja dengan nyaman," katanya.

Namun, ekspor furnitur RI ke AS dinilai masih cukup jauh dibandingkan negara pesaing seperti RRT dan Vietnam. Pada 2019, ekspor furnitur Indonesia ke AS berada di posisi 8 setelah RRT, Meksiko, Vietnam, Kanada, Italia, Taiwan, dan Malaysia.

"Indonesia baru menyumbang 1,68% dari total ekspor furnitur dunia ke AS. Jadi kesempatannya masih besar karena pasarnya juga masih begitu besar," ujarnya.

Simon pun memberikan preferensi produk yang disukai konsumen AS di antaranya produk kayu, memiliki unsur rotan, memiliki paduan unsur lain seperti besi dan uphoistery, dan harga serta kualitas yang bersaing dengan produk dari negara lain.

Ke depan, ia optimisitis ekspor produk furnitur Indonesia ke AS akan terus meningkat. Sebab, produk Indonesia dinilai memiliki kekhasan dan niche market tertentu sesuai selera konsumen AS, seperti dari ukiran, desain, dan menggunakan reclaimed wood.

Seentara tips ekspor produk ke AS di antaranya, memiliki izin sebagai eksportir, memenuhi persyaratan di dalam negeri seperti izin dari BPOM untuk produk makanan dan minuman, Surat Persetujuan Ekspor Kopi (SPEK) dari Kemendag, Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dari KLHK.

Kemudian, memenhu standar produk di AS seperti US Food and Drug Administration (USFDA), Sertifikat HACCP Food Safety, US Dept. of Agriculture, Custom Border Protection (CBP); US Environmental Protection Agency (EPA), packaging dan labeling sesuai standar, dan memiliki nilai tambah sesuai selera konsumen AS, seperti organic, glutten-free, sugar-free, non-pesticide, non-GMO, plant-based.

"Pelaku usaha juga sebaiknya mendapatkan importir/buyer dan memperluas networking & memperkenalkan produk dengan cara mengikuti pameran/trade show (real dan virtual) atau pun melihat website Ditjen PEN, Kemendag," tutur Simon.

Selain itu, para pelaku usaha juga dapat mengikuti pelatihan ekspor di Indonesia, seperti kegiatan oleh Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia (PPEI), Kemendag, openminded mengikuti selera pasar negara tujuan dan mengikuti setiap persyaratan yang ditetapkan, memiliki website atau medsos yang kredibel, dan bila perlu menggunakan jasa konsultan, custom broker atau forwarder.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan swa.co.id. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab swa.co.id.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement