Covid-19 Kembali Melonjak, Komisi XI: Jangan Malu Evaluasi

Pemerintah tidak memiliki grand desain dalam menghadapi pandemi Covid-19. 

Jumat , 10 Jul 2020, 01:00 WIB
Netty Prasetiyani
Foto: Republika/Edi Yusuf
Netty Prasetiyani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski saat ini tengah menuju new normal atau kenormalan baru yang digembor-gemborkan pemerintah tapi kasus Covid-19 justru terus melonjak. Bahkan jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia yang dilaporkan pemerintah kembali mencetak rekor, Kamis (9/7). Ada tambahan 2.657 pasien baru sehingga total 70.736 orang telah terinfeksi penyakit ini.

Menanggapi itu, anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Netty Prasetiyani mengatakan, Pemerintah harus berani melakukan evaluasi secara menyeluruh kebijakan, penanganan yang sudah dilakukan oleh Gugus tugas di tingkat pusat maupun daerah. "Maka jangan ragu, jangan malu jangan merasa hina untuk mengevaluasi," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (9/7).

Salah satunya adalah, kata Netty, dengan memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) parsial di beberapa tempat yang telah menjadi transmisi baru. Juga mendasarkan setiap kebijakan itu pada ukuran ukuran yang scientific secara kuantitatif dan kualitatif. Sehingga jangan membua kebijakan yang tidak scientific atau sekedar populer. 

Termasuk soal pematokan harga rapid test atau tes cepat oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang parameternya belum jelas. "Namanya rapid test itu juga harus diperjelas dulu, bagaimana keakuratannya? Sudah katanya tidak akurat banyak yang palsu, ini pengendalian yang dilakukan oleh pemerintah juga harus kuat," kata Netty.

Kemudian, Netty juga meminta agar Pemerintah mendengarkan saran dan kritikan dari para epidemiolog dan para pakar kesehatan, termasuk terkait penerapan kenormalan baru. Bahkan di dalam konteks kesehatan tidak mengenal istilah new normal tapi yang dikenal adalah new norm atau norma baru. Akibatnya masyarakat menganggap new normal seolah-olah sudah bebas dari pandemi Covid-19.

"Karena memang pemerintah tidak memberikan konsep yang tepat tentang new normal. Padahal menurut teman-teman kesehatan seharusnya bukan new normal yang disampaikan oleh pemerintah tapi norm, norma baru," ucap Netty.

Kemudian, seharusnya, pemerintah tidak gegabah mengangkat atau menyudahi PSBB. Namun PSBB juga tak bisa diulang lagi dari awal, karena sudah lewat momentumnya. Maka pemerintah harus memiliki peta, dan jangan hanya condong pada ekonomi, meski memang terdampak. Sebab pandemi Covid-19 basisnya adalah pada kesehatan. 

"Menurut saya yang harus dilakukan pemerintah adalah memprioritaskan bahwa keselamatan dan juga kemanusiaan menjadi pilihan yang terbaik begitu," tegasnya.

Selanjutnya, kata Netty, pemerintah juga melakukan secara gencar sosialisasi, informasi dan edukasi. Apalagi pemerintah juga dapat menggunakan sumberdaya yang dimilikinya, baik televisi dan infrastruktur lainnya. Sehingga masarakat memiliki informasi yang lengkap, bukan hanya di kawasan perkotaan yang terakses teknologi juga daerah.

Netty menilai, keadaan saat ini, di mana kasus kembali melonjak persis seperti apa yang diprediksi pihaknya. Kondisi ini terjadi, karena pemerintah tidak memiliki grand desain dalam menghadapi pandemi Covid-19. Akibatnya hal ini membuat penanganan pandemi Covid-19 tidak komprehensif kemudian tampak tidak profesional.

"Orang lain sudah bersiap-siap kita masih tenang tenang, ketika terjadi kasus positif awal Maret itu kita tidak langsung menyiapkan. Menentukan karantina wilayah atau atau tidak saja lama sekali tarik ulur," keluh Netty.