Jumat 10 Jul 2020 04:17 WIB

Investasi Dana Perserta Tapera Diatur Pemerintah

Pemerintah harus menjamin uang tabungan di BP Tapeta tetap aman.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Nidia Zuraya
Foto udara perumahan di Arjasari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Ahad (6/10). Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) ditargetkan bisa mulai beroperasi tahun ini.
Foto: ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Foto udara perumahan di Arjasari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Ahad (6/10). Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) ditargetkan bisa mulai beroperasi tahun ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) memastikan dalam menginvestasikan dana yang dikelola dari tabungan masyarakat diatur oleh pemerintah. Khususnya di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat.

"Jaminan pemerintah benar sekali di PP diatur, kami hanya boleh investasi di deposito bank pemerintah atau Surat Utang Negara (SUN) pusat maupun daerah," kata Komisioner BP Tapera Adi Setianto dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR, Kamis (9/7).

Baca Juga

Untuk itu, Adi memastikan BP Tapera tidak boleh menginvestasikan dana yang dikelola di luar ketentuan tersebut. Di luar ketentuan tersebut menurutnya diperbolehkan namun hanya hal tertentu untuk surat pengembang..

"Kalau kami lebih banyak di surat utang pemerintah dan deposito bank pemerintah sehingga benar-benar terjaga," tutur Adi.

Sementara itu, Anggota Komisi V DPR Nurhayati mengkhawatirkan tidak ada jaminan yang pasti dalam investasi yang dilakukan BP Tapera. Jika dibandingkan dengan negara lain, Nurhayati mengatakan terdapat government security corporation.

"Karena di beberapa negara uang tabungan perumahan ini tidak boleh diobligasikan kepada di luar pemerintah. Harus obligasi pemerintah yang dibeli," ungkap Nurhayati.

Nurhayati menegaskan pemerintah juga harus menjamin uang tabungan di BP Tapeta tetap aman. Dengan begitu, Nurhayati menegaskan harus ada jaminan peserta Tapera tidak mengalami kerugian seperti kasus Jiwasraya.

"Mereka menabung mereka dipotong sekian persen setiap bulan. Mereka juga harus mendapatkan hak mereka. Jangan sampai saat mereka memerlukan dan itu tidak ada," jelas Nurhayati.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement