Kamis 09 Jul 2020 18:20 WIB

Upaya Perbankan Bertahan di Tengah Pandemi

Sejauh ini, perbankan di Indonesia telah mulai mengeluarkan dana pencadangannya.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolandha
Capital Adequacy Ratio (CAR) secara industri sejauh ini sudah menurun dari 23 persen ke level 21 persen hingga Maret 2020. Artinya sejauh ini telah banyak bank-bank telah mengeluarkan dana pencadangannya.
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Capital Adequacy Ratio (CAR) secara industri sejauh ini sudah menurun dari 23 persen ke level 21 persen hingga Maret 2020. Artinya sejauh ini telah banyak bank-bank telah mengeluarkan dana pencadangannya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri perbankan tengah menjadi sorotan di tengah pandemi Covid-19. Hal ini memicu kekhawatiran lonjakan kredit macet yang mengakibatkan kinerja perbankan terganggu.

Berdasarkan data biro riset Infobank, risiko kredit bank pada April 2020 meningkat ke 2,89 persen secara gross, sedangkan Loan to Deposit Ratio (LDR) menurun ke 91,55 persen. Menurut Ekonom PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Ryan Kiryanto ada dua cara yang bisa dilakukan bank untuk menjaga kecukupan modalnya, bisa lewat suntik modal langsung dari pemegang saham pengendali dan bisa juga dengan tidak membagikan dividen.

"Perbankan harus 'lari marathon' dalam jangka panjang ini untuk bertahan. Sampai kita benar-benar tahu kapan produksi vaksin dan pendistribusiannya," ujarnya saat diskusi infobanktalknews dengan tema Peran Pemilik dalam Mendukung Kinerja Bank, Kamis (9/7).

Bersyukur, lanjutnya, Bank Indonesia telah mengeluarkan quantitative easing atau kebijakan pelonggaran moneter, sehingga bank-bank bisa bergerak lebih leluasa.

Dia melihat, Capital Adequacy Ratio (CAR) secara industri sejauh ini sudah menurun dari 23 persen ke level 21 persen hingga Maret 2020. Artinya sejauh ini telah banyak bank-bank telah mengeluarkan dana pencadangannya. 

Saat ini perbankan tidak hanya harus menjaga kualitas asetnya, tapi juga harus menjaga likuiditasnya, sehingha penting bank-bank menjaga kecukupan modalnya.

"Karena likuiditas itu diibaratkan seperti darah. Di situ ada vitamin, nutrisi dan sebagainya. Jika bank likuiditasnya kering, bisa bahaya," ucapnya.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 18 Mei 2020, sebanyak 95 bank telah mengimplementasikan restrukturisasi kredit pada 4,9 juta debitur dengan nilai outstanding Rp 458,8 triliun. Melihat hal ini, perbankan butuh tambahan modal besar demi menjaga posisi likuiditas tetap terjaga, di tengah kondisi pandemi Covid-19. Jika kepemilikan saham pihak asing pada suatu bank harus bertambah, asalkan kinerja bank bisa terangkat dan kembali kencang dengan setoran modal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement