Kamis 09 Jul 2020 17:16 WIB

Soal Reklamasi Ancol, Ini Bantahan Pemprov DKI

Izin prinsip yang dikeluarkan Gubernur Fauzi Bowo September 2012, pulau L diberikan k

Rep: Amri Amrullah / Red: Agus Yulianto
Alat berat saat beroperasi di pulau reklamasi kawasan Ancol, Jakarta, Selasa (7/7). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberikan izin reklamasi pengembangan kawasan rekreasi PT Pembangunan Jaya Ancol (PJA) dengan total luas 155 hektare berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 237 Tahun 2020 tentang Izin Pelaksanaan Perluasan Kawasan Rekreasi Dunia Fantasi seluas 35 hektare dan Perluasan Kawasan Rekreasi Taman Impian Jaya Ancol Timur seluas 12 hektare. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Alat berat saat beroperasi di pulau reklamasi kawasan Ancol, Jakarta, Selasa (7/7). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberikan izin reklamasi pengembangan kawasan rekreasi PT Pembangunan Jaya Ancol (PJA) dengan total luas 155 hektare berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 237 Tahun 2020 tentang Izin Pelaksanaan Perluasan Kawasan Rekreasi Dunia Fantasi seluas 35 hektare dan Perluasan Kawasan Rekreasi Taman Impian Jaya Ancol Timur seluas 12 hektare. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI membuat bantahan soal proyek reklamasi Ancol yang menuai kritil dan kecaman masyarakat. Bantahan berupa klarifikasi ini disampaikan Kabid Perencanaan Strategis dan Pendanaan Pembangunan Bappeda Provinsi DKI Jakarta, Feirully Irzal, dalam rapat Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta pada, Rabu (8/7).

Dia menegaskan, bahwa penjelasan yang diberikan dalam rapat Komisi B, menanggapi pertanyaan dari Anggota DPRD Gilbert Simanjuntak terkait kepemilikan lahan di lokasi perluasan daratan Ancol Timur. Dimana, kata dia, menurut Gilbert pada saat Gubernur Basuki Tjahja Purnama (Ahok) Pulau L kepemilikannya adalah milik PT Manggala Krida Yudha bukan milik Ancol.

"Saya menjelaskan bahwa berdasarkan dokumen yang saya bawa, izin prinsip yang dikeluarkan Gubernur Fauzi Bowo pada bulan September 2012 untuk pulau L diberikan kepada PT Pembangunan Jaya Ancol," tegasnya.

Dia juga menjelaskan, bahwa areal perluasan daratan Ancol Timur seluas 120 hektare, saat ini sudah terbentuk “tanah timbul” (seluas ±20 hektare) dari hasil pembuangan pengerukan lumpur sungai Proyek Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI).

Dimana Perjanjian Kerja Sama (PKS) pembuangan lumpurnya antara Pemprov DKI Jakarta dengan PT Pembangunan Jaya Ancol di tahun 2009. Sehingga perlu dilakukan penataan terhadap daratan tersebut untuk dimanfaatkan bagi kepentingan publik.

Adapun lokasi 120 ha rencana perluasan daratan Ancol tersebut yang berbentuk seperti trapesium, lokasinya di bagian sisi selatan Pulau L dahulu (seluas 481 hektare). Namun, saat ini, berbeda sama sekali bentuknya dan peruntukan ruangnya dengan rencana pulau L saat itu.

"Karena sekarang dimanfaatkan untuk salah satunya pembangunan Museum Rasulullah dan rencana perluasan area rekreasi Taman Impian Ancol Timur yang dikembangkan oleh PT Pembangunan Jaya Ancol," ujarnya.

Feirully menambahkan, secara perijinan dan kajian yang mendasarinya dimulai dari awal sehingga tidak tepat jika disamakan dengan pulau L, yang sudah dicabut ijin prinsipnya oleh Gubernur Anies Baswedan melalui surat Nomor 1041/-1.794.2 tanggal 6 September 2018.

Karena itu, dia menegaskan, tidak ada pernyataannya yang menyebutkan "reklamasi perluasan kawasan Ancol Timur saat ini merupakan pemanfaatan reklamasi pulau L yang akan dibangun pada zaman Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok".

"Saya sampaikan bahwa sebagaimana diberitakan oleh redaksi Kompas.com, apa yang diberitakan kompas.com dengan Judul “Reklamasi Ancol Ala Anies Ternyata Lanjutan Proyek Pulau L Zaman Ahok” dengan seolah-olah menyitir pernyataan Saya adalah tidak benar," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement