Rabu 08 Jul 2020 20:13 WIB

Ini Beragam Permasalahan Anak Berkewarganegaraan Ganda

UU Kewarganegaraan dinilai belum mengakomodasi persoalan secara keseluruhan.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
[ilustrasi] Paspor. Kerkewarganegaraan ganda anak yang lahir dari perkawinan campur antara Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) masih menimbulkan berbagai masalah.
Foto: REPUBLIKA/Yasin Habibi
[ilustrasi] Paspor. Kerkewarganegaraan ganda anak yang lahir dari perkawinan campur antara Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) masih menimbulkan berbagai masalah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kerkewarganegaraan ganda anak yang lahir dari perkawinan campur antara Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) masih menimbulkan berbagai masalah. Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dinilai belum mengakomodasi persoalan secara keseluruhan.

"Masih terdapat beberapa permasalahan yang ternyata tidak terakomodasi secara baik di dalam UU dimaksud sehingga sering menimbulkan interpretasi yang beragam dalam menangani permasalahan kewarganegaraan ini,” ujar Direktur Tata Negara Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM, Baroto, dalam webinar, Rabu (8/7).

Baca Juga

Dia mengatakan, UU Nomor 12 Tahun 2006 sebenarnya sudah cukup revolusioner. Peraturan tersebut telah mengatur berbagai permasalahan kewarganegaraan yang berkembang secara lebih komprehensif. 

Ada banyak perubahan dan perbaikan yang merupakan penyempurnaan dari UU sebelumnya. Namun, sejalan dengan dinamika yang berkembang di dalam masyarakat, masih terdapat beberapa permasalahan. 

Beberapa permasalahan yang ternyata tidak terakomodasi secara baik di dalam UU tersebut. Ada beberapa permasalahan yang dialami anak berkewarganegaraan ganda. 

Salah satu contohnya, ada anak dari perkawinan campur yang lahir sebelum sebelum diundangkannya UU Nomor 12 tahun 2006 yang tidak didaftarkan oleh orang tua atau walinya sebagai anak berkewarganegaraan ganda.

Berdasarkan ketentuan Pasal 41 UU tersebut, batas waktu pendaftaran tersebut berakhir empat tahun setelah UU diundangkan. UU Nomor 12 Tahun 2006 diundangkan pada 1 Agustus 2010 lalu.

Contoh berikutnya, permasalahan kerap muncul pada anak yang dilahirkan dari perkawinan antara ayah dan ibu WNI yang lahir di luar wilayah negara Indonesia. Di mana di negara tempat melahirkan terdapat ketentuan memberikan kewarganegaraan kepada anak-anak tersebut. 

Kemudian, permasalahan juga muncul terhadap anak yang dilahirkan dari perkawinan yang sah sebelum UU tersebut diundangkan dari ayah WNA dan ibu WNI ataupun sebaliknya. Anak tersebut atau walinya terlambat untuk menyatakan memilih kewarganegaraan Indonesia. Batas waktu yang ditentukan untuk itu ialah berakhir pada usia 21 tahun.

Pakar hukum tata negara, Jimly Asshiddiqie, menyampaikan, permasalahan terkait kewarganegaraan memang tidak bisa dipecahkan oleh satu pihak saja, dalam hal ini Indonesia saja. Jimly menyarankan agar Indonesia bisa membangun hubungan kerja sama bilateral dengan negara lain dalam menyelesaikan persoalaan kewarganegaraan tersebut.

“Namun dalam membangun hubungan bilateral dengan negara lain nantinya dalam masalah kewarganegaraan harus mengedepankan prinsip kepentingan Indonesia dalam status kewarganegaraan warganya," kata dia.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri, Andy Rachmianto, mengungkapkan, permasalahan anak berkewarganegaraan ganda untuk memilih kewarganegaraan Indonesia juga mengalami kendala dari negara salah satu orang tuanya yang WNA. Beberapa masalah yang ada, yakni perbedaan hukum status kewarganegaraan antara Indonesia dengan negara lain, kesadaran dan pemahaman warga Indonesia, ketersediaan data dan dokumen, dan verifikasi status kewarganegaraan.

“Hal -hal tersebut yang juga menjadi permasalahan anak berkewarganegaraan ganda dalam memilih Indonesia sebagai status kewarganegaraannya,” tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement