Rabu 08 Jul 2020 17:55 WIB

Anggaran Penanganan Covid-19 yang Baru Cair 5,12 Persen.

Proses panjang menjadi kendala utama penyerapan anggaran penanganan Covid-19.

Sejumlah perawat beristirahat dengan mengenakan APD. Insentif bagi nakes merupakan salah satu bagian anggaran belanja negara untuk penanganan Covid-19. Hingga Rabu (8/7), Kemenkeu menyatakan anggaran belanja penanganan Covid-19 baru keluar di kisaran 5 persen.
Foto: Antara/FB Anggoro
Sejumlah perawat beristirahat dengan mengenakan APD. Insentif bagi nakes merupakan salah satu bagian anggaran belanja negara untuk penanganan Covid-19. Hingga Rabu (8/7), Kemenkeu menyatakan anggaran belanja penanganan Covid-19 baru keluar di kisaran 5 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Adinda Pryanka, Antara

Setelah episode Presiden Joko Widodo mengancam perombakan para menteri akibat lambannya penyerapan belanja anggaran, sejumlah kementerian segera berbenah diri. Amukan Presiden tidak salah. Di saat pandemi Covid-19 belum juga tuntas, bahkan angka kasus positifnya masih tinggi, Presiden berharap ada aksi nyata dan cepat untuk membantu masyarakat.

Baca Juga

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengatakan masalah kelengkapan dokumen dan verifikasi data menjadi beberapa faktor utama yang menghambat pencairan anggaran kesehatan untuk penanganan Covid-19. "Mungkin problemnya di situ," kata Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kemenkeu Kunta Wibawa Dasa Nugraha dalam media briefing melalui webinar di Jakarta, Rabu (8/7).

Ia mengatakan sebenarnya anggaran kesehatan saat ini sebagian digunakan untuk program baru, terutama untuk insentif tenaga kesehatan dan santunan kematian. Oleh karena itu, proses pencairannya memerlukan waktu lebih lama untuk dapat melengkapi dokumen dan proses verifikasi data.

"Dan prosesnya juga agak panjang. Tadinya dari fasilitas kesehatan ke daerah, daerah ke pusat," katanya.

Namun, ia mengatakan dengan adanya Permenkes, proses pencairan yang panjang tersebut dapat dipangkas sehingga verifikasi dapat dilakukan di daerah untuk insentif tenaga kesehatan.

"Jadi ini di rumah sakit daerah langsung ke daerah situ. Nanti verifikasinya ada di sana. Sehingga verifikatornya akan semakin banyak," katanya.

Penambahan verifikator tersebut, menurut dia, merupakan salah satu dari berbagai terobosan yang telah dilakukan untuk mempercepat penyerapan anggaran kesehatan untuk penanganan Covid-19, termasuk verifikasi untuk biaya rumah sakit rujukan Covid-19.

Kemudian, untuk santunan kematian, Kunta juga mengatakan kementeriannya bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah banyak membuat fleksibilitas dan penyederhanaan. "Misalnya, mungkin dokumennya dilengkapi nanti. Yang penting bahwa ini ada yang meninggal, nanti kita bayarkan sambil dokumennya kita kejar," kata dia.

Ia mengatakan percepatan pencairan tetap diprioritaskan, tetapi kelengkapan dokumen juga perlu tetap diperhitungkan sehingga penyaluran dana dapat dipertanggungjawabkan dan untuk menjaga agar penyaluran bisa tepat sasaran. "Kita tetap jaga governance-nya karena ini nanti pasti diperiksa dan ini harus tepat sasaran," ujarnya.

"Problem pasti ada. Tapi kita harus cegah itu. Tapi, kita juga harus memberikan fleksibilitas supaya pencairannya lebih cepat. Inilah yang selalu kita jaga dengan berbagai terobosan tadi. Verifikatornya kita tambah, kita kasih ke daerah supaya lebih cepat, kemudian nanti dokumennya dilengkapi nanti. Hal ini yang tetap kita jaga," katanya lebih lanjut.

Kemenkeu mencatat, tingkat penyerapan anggaran penanganan Covid-19 di sektor kesehatan masih 5,12 persen dari alokasi Rp 87,55 triliun atau sekitar Rp 4,48 triliun. Kendala terbesarnya berada pada keterlambatan klaim, terutama untuk insentif tenaga kesehatan dan klaim biaya perawatan rumah sakit.

Dari total Rp 4,48 triliun yang sudah dicairkan, Kunta menambahkan, realisasi terbesar berada pada pos Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Sebanyak Rp 2,9 triliun di antaranya sudah tersalurkan ke sana. Sementara itu, alokasi anggaran yang ditetapkan untuk BNPB adalah Rp 3,5 triliun, termasuk untuk pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) dan alat kesehatan.

Sementara itu, sisanya tersebar di alokasi lain. Misalnya saja tambahan belanja stimulus untuk santunan kematian tenaga kesehatan dan bantuan iuran BPJS Kesehatan. “Yang lain masih relatif rendah, terutama insentif tenaga kesehatan,” tutur Kunta.

Kunta memastikan, pemerintah akan terus melakukan monitoring terhadap pencairan anggaran kesehatan tiap pekan dengan menjaga tata kelola. Ia berharap, tingkat realisasinya akan terus naik dan mencapai 100 persen hingga Desember.

Sementara itu, Sekretaris Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kementerian Kesehatan Trisa Wahjuni Putri mengakui sebelumnya ada keterlambatan belanja anggaran. Oleh karena itu, pihaknya bersama Kemenkeu melakukan terobosan.

Salah satu solusi yang disampaikan Trisa adalah revisi Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Hk. 01.07/Menkes/278/2020 menjadi Kepmenkes Nomor Hk.01.07/Menkes/392/2020. "Ini sesuai dengan perintah Presiden untuk melakukan terobosan," ucapnya, dalam kesempatan yang sama.

Trisa mengatakan revisi Kepmenkes untuk memangkas prosedur pemberian insentif bagi tenaga kesehatan yang mengurusi penderita Covid-19. Dia mengatakan salah satu dampak yang terlihat dari peraturan itu adalah proses verifikasi insentif yang semula berjenjang dari daerah sampai ke pusat menjadi hanya perlu di daerah saja.

Anggaran kesehatan, kata dia, sudah naik menjadi Rp 87,55 triliun meski serapan masih kecil tetapi agar dapat meningkat seiring peraturan yang telah direvisi. Kementerian Keuangan mencatat serapannya baru 5,12 persen, maka Trisa berharap Kepmenkes baru itu bisa mempercepat penyerapan anggaran.

Kemenkeu juga sudah menyalurkan Rp 1,3 triliun untuk insentif tenaga kesehatan di tingkat daerah, sampai dengan Selasa (7/7). Total tersebut telah disebarkan ke 542 daerah.

Direktur Dana Transfer Khusus Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Putut Hari Satyaka mengatakan, nilai tersebut sudah sesuai dengan perkiraan besaran jumlah tenaga kesehatan yang menangani Covid-19. "Rekomendasinya dari Kementerian Kesehatan," tuturnya.

Putut menambahkan, anggaran yang diberikan Kemenkeu akan disimpan terlebih dahulu di kas daerah sebelum diberikan kepada tenaga kesehatan. Apabila dinas kesehatan daerah sudah melakukan verifikasi, mereka baru bisa meminta pencairan anggaran kepada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah.

Selanjutnya, dana akan disalurkan ke tenaga kesehatan yang sudah tercatat. "Jadi, kita siapkan dulu uang di daerahnya sebesar Rp 1,3 triliun," ujar Putut.

Jumlah dana yang sudah disalurkan ke daerah naik signifikan dibandingkan realisasi akhir Juni. Saat itu, Putut mencatat, penyaluran anggaran baru sebesar Rp 58,3 miliar untuk dibagikan kepada 15.435 tenaga kesehatan daerah.

Hari ini, Presiden Joko Widodo menjelaskan pula soal penggunaan anggaran pemerintah pada masa pandemi Covid-19 kepada pimpinan MPR. "Beliau menyinggung masalah ekonomi. Beliau telah berupaya untuk memberikan stimulus sebagai jalan keluar terhadap berbagai situasi ekonomi yang ada, misalnya bunga untuk bidang kesehatan dan sosial itu 0 persen, itu kesepakatan dengan BI dan untuk UMKM 3,3 persen," kata Ketua MPR Bambang Soesatyo di Istana Kepresidenan Bogor, Rabu.

Bambang menyampaikan hal tersebut usai pertemuan antara Presiden Jokowi dengan pimpinan MPR RI. Dalam pertemuan itu, Presiden Joko Widodo didampingi Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.

Sedangkan pimpinan MPR yang hadir adalah Ketua MPR Bambang Soesatyo beserta para Wakil Ketua MPR yaitu Ahmad Basarah, Ahmad Muzani, Lestari Moerdijat, Jazilul Fawaid, Syarief Hasan, Hidayat Nur Wahid, Zulkifli Hasan, Arsul Sani dan Fadel Muhammad.

"Saya kira ini upaya-upaya yang luar biasa yang diambil pemerintah. Beliau sampaikan betapa sulitnya keadaan kita saat ini dan semua pemimpin dunia juga merasakan hal sama. Apa pun kita harus tetap optimis, keluar dari situasi ini dengan baik," tambah Bambang.

Bambang juga menyampaikan bahwa pemerintah telah memberikan stimulus bantuan subsidi kepada pesantren setidaknya Rp 2,6 triliun. "Semoga saja mendorong pesantren atau lembaga pendidikan keagamaan berjalan dengan baik di tengah situasi Covid-19. Kemudian beliau sampaikan pemerintah sepakat memberikan subsidi kepada 20 juta pemakai listrik 450 VA gratis selama 6 bulan dan diskon 50 persen bagi pengguna 900 VA," jelas Bambang.

photo
stimulus untuk UMKM - (Tim infografis Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement