Selasa 07 Jul 2020 13:44 WIB

Usai Transplantasi Paru Ganda, Pasien Covid-19 Korsel Pulih

Paru pasien Covid-19 tampak rusak dan sekeras batu hingga harus ditransplantasi.

Paru pasien Covid-19 di Northwestern Medicine di Chicago, Amerika Serikat sebelum menjalani transplantasi. Di Korea Selatan, paru pasien Covid-19 rusak dan mengeras seperti batu hingga harus menjalani transplantasi paru ganda.
Foto: Northwestern Medicine Via WebMD
Paru pasien Covid-19 di Northwestern Medicine di Chicago, Amerika Serikat sebelum menjalani transplantasi. Di Korea Selatan, paru pasien Covid-19 rusak dan mengeras seperti batu hingga harus menjalani transplantasi paru ganda.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang pasien Covid-19 di Korea Selatan, yang hidupnya bergantung pada alat bantu selama 112 hari, mulai pulih setelah menjalani operasi transplantasi paru ganda. Operasi di Korsel itu jadi transplantasi paru ganda kesembilan yang dilakukan di dunia sejak Covid-19 mewabah pada akhir tahun lalu.

Pasien tersebut merupakan perempuan berusia 50 tahun. Ia didiagnosis Covid-19 dan dirawat di rumah sakit sejak Februari 2020.

Baca Juga

Selama 16 pekan, hidup pasien itu bergantung pada alat bantu pernapasan ECMO (extracorporeal membrane oxygenation). Alat itu membantu mengalirkan oksigen ke sel darah merah pasien.

Perempuan itu jadi pasien Covid-19 terlama yang menggunakan alat bantu, kata beberapa dokternya. Beberapa pengobatan, seperti obat anti-malaria hydroxychloroquine serta obat HIV Kaletra dan steroid tidak dapat menyembuhkan fibrosis paru pasien, sehingga membuat dokter khawatir kondisi paru dia akan memburuk, menurut Dr Park Sung-hoon, profesor paru dan perawatan kritis di rumah sakit Hallym University Sacred Heart Hospital.

Kondisi itu membuat dokter tidak punya banyak pilihan selain transplantasi paru. Kemungkinan keberhasilan transplantasi paru untuk pasien dengan ECMO sekitar 50 persen.

"Untungnya, pasien kami telah disiapkan dengan baik sebelum operasi, saat kami menemukan donor," kata Dr Kim Hyoung-soo, direktur program ECMO di rumah sakit itu.

Dokter Kim juga yang memimpin operasi transplantasi paru ganda tersebut. Sejauh ini, pasien masih menolak diwawancarai atau diketahui identitasnya.

Beberapa dokter yang melakukan operasi selama delapan jam itu menyebut paru pasien rusak dan keras seperti batu. Pasien mengalami sindrom pernapasan akut (ARDS) saat datang ke rumah sakit, menurut Park.

Pasien itu tidak dapat hidup tanpa bantuan ECMO. Umumnya, EMCO digunakan oleh pasien yang membutuhkan lebih banyak bantuan dari yang mampu diberikan ventilator/alat bantu napas. Pasien dengan ECMO dianggap 90 persen sekarat.

"Sebagian pasien dengan ECMO umumnya membaik pada dua sampai tiga pekan, tetapi mereka yang kondisinya memburuk akan menjalani operasi transplantasi paru," kata Kim.

Enam operasi transplantasi paru ganda telah dilakukan di China, satu di Amerika Serikat, dan satu di Australia, menurut pihak rumah sakit. Transplantasi paru cukup jarang dilakukan di Korea Selatan.

Setidaknya pada 2018, hanya ada 92 operasi transplantasi paru yang dilakukan. Angka itu cukup rendah apabila dibandingkan dengan 2.108 transplantasi ginjal dan 176 transplantasi hati, demikian data Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea Selatan.

Kepala perawat untuk program ECMO Lee Sun-hee mengatakan bahwa pasien itu punya keinginan hidup yang lebih kuat daripada biasanya. Lee telah merawat pasien itu sejak Februari.

"Ia berbicara ke kami: saya bersyukur bisa melihat matahari terbit, melihat cahaya bulan. Saya bersyukur saya bisa kembali bernapas," kata Lee.

Dokter mengatakan, pasien akan diperbolehkan pulang saat otot dadanya cukup kuat menahan tubuhnya saat bernapas. Menurut Lee, pasien itu tahu kegiatan yang akan ia lakukan pertama kali setelah keluar dari rumah sakit.

"Dia akan mandi," kata Lee.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement