Senin 06 Jul 2020 22:12 WIB

Musik Pada Masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah (3-Habis)

Musik dan suara telah mewarnai perjalanan peradaban manusia.

Rep: Syahruddin El Fikri/ Red: Muhammad Hafil
Musik Pada Masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah (3-Habis). Foto: alat musik Islam (Ilustrasi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Musik Pada Masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah (3-Habis). Foto: alat musik Islam (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Perkembangan musik yang terus menggeliat membuat musisi mendapatkan posisi terhormat dalam kehidupan sosial. Popularitas mereka bahkan sejajar dengan kemasyhuran para ilmuwan. Para khalifah tak segan memberikan tunjangan dan imbalan besar kepada mereka.

Ibrahim al-Maushilli, misalnya, pernah menuai hadiah 100 ribu dirham dari Khalifah Harun al-Rasyid dan tunjangan 10 ribu dirham setiap bulan. Mengutip penjelasan A Hasymi dalam Sejarah Kebudayaan Islam, kontribusi umat Islam dalam perkembangan seni musik cukup besar. Terutama, pada dua unsur vokal dan instrumen musik.

Baca Juga

Jenis musik warisan umat Islam antara lain disebut qit’a (fragmen), ghazal (lagu cinta), dan mawl (lagu tentang keindahan). Sementara itu, instrumen musik ciptaan musisi Muslim adalah qasaba (nay), tabla (drum), duff (tamborin), serta qasa (simbal).

Instrumen lainnya adalah oud. Bentuknya mirip buah pir, terdiri atas 12 string. Alat musik ini sangat penting dalam pagelaran musik. Alat ini juga digunakan di dunia Barat. Namanya menjadi il luto di Italia. Di Jerman, alat musik ini menjadi laute, di Prancis disebut le luth, dan di Inggris bernama lute. Rebab yang merupakan salah satu bentuk dasar ataupun rebana adalah instrumen lainnya yang diadaptasi di banyak negara.

Semua itu menambah bukti bahwa umat Islam memberi perhatian besar pada musik, kata Abdul Hadi WM melalui tulisannya yang berjudul Musik, Religiositas, dan Spiritualitas.

Pengaruh Ilmu Musik Asing

Masyarakat Arab pra-Islam sudah memiliki beragam jenis lagu. Misalnya, bertema kemenangan, perang, kepercayaan, dan cinta. Ini menjadi bagian dari bakal perkembangan seni musik di dunia Islam. Pada masa berikutnya, umat Islam mampu menciptakan alat musik, yaitu tambur segitiga, gambus, seruling, dan suling rumput.

Namun, tak bisa dielakkan kehadiran pengaruh peradaban asing terhadap khazanah kesenian musik Arab dan Islam. Pemusik, penyair, dan ahli pengobatan abad ke-8 bernama al-Nadhr ibnu al-Harits ibnu Kaladah, memperkenalkan gambus Persia. Begitu pula yang dilakukan musisi awal Makkah, yakni Said ibnu Misjah.

Ia orang pertama yang menerjemahkan lagu-lagu Bizantium dan Persia ke dalam bahasa Arab. Lebih jauh, Ismail dan Lois Lamya al Faruqi dalam buku Atlas Budaya menegaskan, para ilmuwan dan musisi Muslim secara serius memadukan teori musik asing dengan nilai-nilai Islam. Kaidah dan pelaksanaannya bersumber dari Alquran.

Di masa pemerintahan Abbasiyah, masuknya pengaruh asing dalam perkembangan seni musik di dunia Islam semakin deras. Penerjemahan literatur ilmiah dari Yunani juga mengupas teori-teori musik, antara lain karya filsuf Aristoteles yang diterjemahkan ke bahasa Arab berjudul Kitab al Masa'il (Problemata) oleh Hunayn ibnu Ishaq.

Buku lainnya berjudul Kitab fi al Nafs (de Anima). Ada pula terjemahan buku karya Euclid berjudul Kitab al-Nagham (Buku Melodi), serta al-Musiqi al-Kabir (Opus Mayor dalam Musik) karya Nicomachus. Ketika itu, kata musiqah  diserap dari bahasa Yunani. Banyak kosakata latin yang kemudian juga mewarnai khazanah musik Arab.

Menurut Philip K Hitti, dari karya-karya Yunani itu, para penulis Arab memperoleh gagasan dan ide ilmiah tentang musik. Mereka juga menjadi semakin ahli dalam aspek fisika dan fisiologi suara. Dari sini pula, lahir para penulis ilmu musik kondang, pelopornya adalah al-Kindi.

Tulisan-tulisan filsuf ini menunjukkan adanya pengaruh Yunani dalam bidang seni musik awal di dunia Islam. Setidaknya, al-Kindi menelurkan enam karya. Salah satunya mengulas penggunaan notasi. Ismail dan Lois Lamya al-Faruqi juga menampilkan daftar tokoh-tokoh Muslim yang menulis risalah dan buku soal musik dan seni suara.

Misalnya, Ibnu Abu al-Dunya dan Abu Bakar Abdullah ibnu Muhamamd ibnu Khurdadzbih (894 Masehi), yang  mengembangkan instrumen musik. Pada 912 Masehi,  Ibnu al-Munajjim, serta Yahya ibnu Ali ibnu Yahya ibnu Abi Mansyur melakukan kajian tentang musik.

Al-Isfahani, pada 967 Masehi  di Baghdad, menulis adab biografi lagu dan kumpulan lagu. Begita pula al-Khawarizmi dan Abu Abdillah al-Makki pada 997 Masehi  menyusun ensiklopedia seni dan sains. Karya-karya tersebut sangat penting bagi perkembangan ilmu musik di dunia islam serta berpengaruh pula di Barat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement