Senin 06 Jul 2020 17:45 WIB

Inflasi di DIY Tercatat Rendah pada Juni 2020  

Inflasi ini terutama disebabkan adanya inflasi pada kelompok harga pangan bergejolak.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Inflasi (ilustrasi)
Inflasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Bank Indonesia (BI) DIY menyebut tekanan inflasi di DIY tercatat rendah pada Juni 2020 yakni 0,08 persen (mtm), setelah pada bulan sebelumnya tekanan inflasi meningkat 0,22 persen (mtm). Hal ini menyebabkan laju inflasi secara akumulatif di DIY tercatat 0,79 persen (ytd).  

Kepala Perwakilan BI DIY, Hilman Tisnawan mengatakan, inflasi ini terutama disebabkan adanya inflasi pada kelompok harga pangan bergejolak. Selain itu, juga disebabkan karena relatif rendahnya inflasi pada kelompok inti. 

"Capaian inflasi tahunan DIY tidak berbeda signifikan jika dibandingkan dengan inflasi nasional yaitu 1,96 persen (yoy). Namun, masih berada pada batas bawah sasaran yang ditetapkan yakni 3,0±1 persen (yoy)," kata Hilman dalam keterangan resminya, Ahad (5/7). 

Hilman menyebut, tekanan inflasi pada kelompok pangan bergejolak didorong karena permintaan yang meningkat pasca-Idul Fitri. Salah satunya pada komoditas bawang merah yang pasokannya terbatas dan kenaikan harga pada komoditas daging ayam. 

"Pada Juni masih terjadi kenaikan harga untuk komoditas daging ayam ras. Pemotongan produksi DOC (Day Old Chick) akibat over supply pada awal penyebaran pandemi Covid-19 yang menyebabkan pasokan ayam pada Juni mulai stabil," ujarnya. 

Selain itu, rendahnya inflasi kelompok inti berasal dari harga telepon seluler dan gula pasir. Hilman mengatakan, masing-masingnya turun sebesar 1,22 persen (mtm) dan 2,66 persen (mtm).   

"Penurunan harga telepon kerap terjadi pada pertengahan tahun yang mengikuti pola siklikalnya. Harga gula pasir berdasarkan PIHPS sudah mulai bergerak turun walaupun masih berada di atas HET yakni di level Rp 14.250 per kilogram pada akhir Juni," jelasnya. 

Sementara, pihaknya mencatat terjadi deflasi pada kelompok harga yang diatur pemerintah. Deflasi ini terjadi seiring adanya penurunan permintaan terhadap komoditas angkutan udara. 

Hilman menuturkan, tarif angkutan udara pada Juni mengalami deflasi sebesar 15,09 persen (mtm). Hal ini disebabkan perjalanan melalui jalur udara yang masih terbatas dan menyebabkan maskapai penerangan menurunkan tarif angkutan udara pada Juni 2020, setelah bulan sebelumnya meningkat 15,55 persen (mtm). 

"Pasca-peningkatan kapasitas angkut dari 50 persen menjadi 70 persen sejak awal Juni 2020 sesuai Surat Edaran Dirjen Perhubungan Udara Nomor 30 Tahun 2020, animo masyarakat untuk bepergian via jalur udara masih terbatas," kata Hilman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement