Sabtu 04 Jul 2020 02:20 WIB

Bergeming Soal Hagia Sophia, Erdogan: Ini Kedaulatan Turki

Erdogan menilai kritikan dan serangan soal Hagia Sophia intervensi Turki.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Nashih Nashrullah
Presiden Recep Tayyip Erdogan  menilai kritikan dan serangan soal Hagia Sophia intervensi Turki.
Foto: Anadolu Agency
Presiden Recep Tayyip Erdogan menilai kritikan dan serangan soal Hagia Sophia intervensi Turki.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA – Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, menolak kritik terhadap kemungkinan konversi monumen Istanbul Hagia Sophia dari museum menjadi masjid. 

Menurut dia, kritik tersebut merupakan serangan terhadap kedaulatan Turki. "Adalah serangan terhadap kedaulatan Turki," ujar Erdogan, dilansir Reuters, Jumat (3/7).

Baca Juga

Erdogan telah mengusulkan untuk memulihkan status masjid dari Hagia Sophia. Situs warisan dunia UNESCO, sebuah bangunan di jantung kekaisaran Bizantium Kristen dan Ottoman Muslim, yang sekarang menjadi salah satu monumen yang paling banyak dikunjungi di Turki. 

"Tuduhan terhadap negara kita tentang Hagia Sophia secara langsung menargetkan hak kedaulatan kita," kata Erdogan menanggapi kekhawatiran atas proposal dari Barat, terutama Yunani, Prancis, dan Amerika Serikat.

"Kami bertekad untuk terus melindungi hak-hak Muslim, agama mayoritas negara kami, serta anggota semua agama dan agama lain," ucap Erdogan pada pembukaan resmi masjid lain di Istanbul.

Pengadilan Turki pada Kamis (2/7) menggelar sidang terkait kasus yang bertujuan mengubah Hagia Sophia kembali menjadi masjid. Putusan terhadap hal tersebut akan diumumkan dalam 15 hari ke depan.

Awal pekan ini, Turki terkejut dengan pernyataan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Mike Pompeo, yang mendesak Erdogan untuk tidak melanjutkan rencana perubahan Hagia Sophia dari museum menjadi masjid. Sementara, Kementerian Luar Negeri Prancis menyatakan, Hagia Sophia harus tetap terbuka untuk semua.

Dilansir dari Aljazeera, Kamis (2/7), dari simbol susunan Kristen setelah didirikan Kaisar Bizantium Justinian I pada abad ke-6, hingga lambang pengaruh luas Kekaisaran Ottoman Muslim, Hagia Sophia telah menjadi jantung dari pertempuran ideologis dan politik berabad-abad yang lalu. Setelah Fatih Sultan Mehmed II menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453 dan membawa kota yang kemudian dikenal sebagai Istanbul ke dalam jajaran Islam, ia mengubah Hagia Sophia dari katedral menjadi masjid. Selama ratusan tahun, jamaah Muslim dari seluruh dunia berbondong-bondong ke permata arsitektur berwarna merah kota untuk melakukan doa sehari-hari saat berdiri dengan kubah abu-abu yang mengesankan dan menara yang menjulang tinggi. Tetapi pada awal 1930-an, Pendiri Republik TUrki Mustafa Kemal Ataturk,  menutup masjid dan mengubah bangunan itu menjadi museum sebagai bagian dari upayanya untuk mensekulerkan dan memodernisasi negara.

Panggilan untuk mengubah Hagia Sophia, juga dikenal sebagai Ayasofya, kembali ke masjid sejak saat itu sedang meningkat. Tumbuh lebih tajam dalam beberapa tahun terakhir, permintaan sebagian besar datang dari konstituensi nasionalis dan nasionalis yang condong ke Turki, banyak dari mereka secara teratur berdemonstrasi di gerbangHagia Sophia setiap tanggal 29 Mei, hari peringatan penaklukan Konstantinopel oleh Ottoman.

Namun seruan semacam itu telah ditentang keras oleh Yunani dan Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa situs warisan yang diakui oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) sejak 1985 itu harus tetap menjadi museum. Hal itu sebagai langkah untuk menghormati minoritas Kristen di negara itu dan sejarah dunia.

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement