Jumat 03 Jul 2020 18:27 WIB

Ahli Ungkap Penyebab Peningkatan Kasus Covid-19 di Kalsel

Mobilitas penduduk di Kalsel dinilai tak terkendali setelah PSBB diakhiri.

Relawan yang menggunakan alat pelindung diri (APD) menyemprotkan disinfektan di halaman rumah karantina swadaya masyarakat di Kampung Tangguh Banua Kelurahan Teluk Dalam Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Rabu (17/6). Warga di daerah tersebut menginisiasi kampung tangguh dengan menpersiapkan semua protokol kesehatan seperti membentuk petugas tanggap Covid-19 dan posko layanan kesehatan hingga rumah karantina khusus. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/BAYU PRATAMA S
Relawan yang menggunakan alat pelindung diri (APD) menyemprotkan disinfektan di halaman rumah karantina swadaya masyarakat di Kampung Tangguh Banua Kelurahan Teluk Dalam Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Rabu (17/6). Warga di daerah tersebut menginisiasi kampung tangguh dengan menpersiapkan semua protokol kesehatan seperti membentuk petugas tanggap Covid-19 dan posko layanan kesehatan hingga rumah karantina khusus. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Laju penambahan kasus Covid-19 di Kalimantan Selatan (Kalsel) dinilai cukup mengkhawatirkan. Anggota Tim Pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Hidayatullah Muttaqin mengatakan, peningkatan kasus Covid-19 di daerah itu dipicu mobilitas penduduk yang tak terkendali.

"Peningkatan mobilitas penduduk terjadi seiring dengan diakhirinya Pembatasan Sosial Berskala Besar dan dimulainya sosialisasi normal baru pada Juni 2020," ucapnya di Banjarmasin, Jumat (3/7).

Baca Juga

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis ULM yang akrab dipanggll Taqin mengatakan, perkembangan pandemi Covid-19 di Kalsel cukup mengkhawatirkan. Betapa tidak, dengan jumlah penduduk hanya sekitar 4,3 juta jiwa, Kalsel kini menempati peringkat keenam sebagai provinsi paling terpapar di Indonesia dan hanya berjarak 53 kasus dengan Jawa Barat yang berada di peringkat kelima.

Bahkan, Kalsel dalam jumlah kasus positif membalap posisi Provinsi Sumatera Utara dan Banten yang berpopulasi masing-masing sekitar 14,8 juta dan 12,9 juta jiwa. Hingga 1 Juli 2020 jumlah akumulasi positif Covid-19 mencapai 3.223 orang atau kurang lebih dua kali lipat kasus di Sumatera Utara dan Banten. Bahkan, untuk per satu juta penduduk, Kalsel kini menempati nomor dua kasus terbanyak setelah Jakarta.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kalsel, laju tambahan Covid-19 paling tinggi terjadi pada bulan Juni yaitu sebanyak 2.275 kasus. Sedangkan, pada bulan April dan Mei bertambah sebanyak 171 dan 769 kasus.

"Melonjaknya perkembangan positif Covid-19 pada bulan Juni di samping karena ada upaya tracking, tracing dan testing, diduga memiliki kaitan erat dengan meningkatnya mobilitas penduduk baik di dalam suatu daerah maupun lintas kabupaten dan kota," beber Taqin.

Dijelaskan dia, naiknya mobilitas penduduk berarti turunnya durasi waktu warga yang berada di rumahnya. Hal ini dikonfirmasi oleh big data yang dirilis Google dalam Community Mobility Reports bahwa selama bulan Juni rata-rata warga Kalimantan Selatan yang tinggal di rumah hanya 12 persen di atas baseline dari nilai median periode 3 Januari sampai 6 Ferbruari 2020. Angka ini lebih rendah dari rata-rata masyarakat yang berada di rumah pada bulan Mei, yaitu sebesar 15 persen dari baseline.

"Angka Kalimantan Selatan tersebut juga lebih rendah dari Provinsi Jawa Barat yang terbilang sukses dalam pengendalian Covid-19, di mana pada bulan Juni rata-rata warganya yang berada di rumah sebesar 14 persen dari baseline dan pada bulan Mei sebanyak 19 persen dari baseline. Data ini mengindikasikan bahwa salah satu kunci dalam merontokkan laju penyebaran dengan mengkondisikan warga lebih banyak tinggal di rumah. Artinya mobilitas penduduk harus dikendalikan," paparnya.

Taqin mengakui, perilaku masyarakat yang cenderung meremehkan Covid-19 jadi salah satu faktor dominan. Sehingga, penyebarannya begitu cepat.

"Perilaku masyarakat mematuhi protokol kesehatan yaitu menggunakan masker, menjaga jarak dan rajin mencuci tangan mesti diperbaiki. Saya melihat dengan daerah dikenal religius ini, peran ulama dan tuan guru bisa lebih didorong mengedukasi warga," tandasnya.

Rektor ULM Prof Dr H Sutarto Hadi membentuk Tim Pakar untuk membantu percepatan penanganan Covid-19 di Kalsel. Ada 12 orang akademisi yang ditunjuk Sutarto masuk dalam Tim Pakar Covid-19 yaitu para dosen yang berlatar belakang bidang keilmuan berbeda dari sejumlah fakultas di ULM.

Dimotori Ketua Gugus Tugas Penanganan COVID-19 ULM dr. H. Iwan Aflanie, Tim Pakar ULM ditugaskan fokus dalam memberikan masukan kepada pemda atau Gugus Tugas Provinsi ataupun kabupaten dan kota di Kalsel.

photo
10 besar daerah dengan rasio kasus Covid-19 tertinggi. - (Infografis Republika.co.id)

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement