Jumat 03 Jul 2020 17:54 WIB

PBNU Menilai RUU HIP Membongkar Lagi Falsafah Bangsa

Bagi NU, Pancasila merupakan titik temu berbagai macam perbedaan.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
PBNU Menilai RUU HIP Membongkar Lagi Falsafah Bangsa. Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini (kiri).
Foto: Republika/Prayogi
PBNU Menilai RUU HIP Membongkar Lagi Falsafah Bangsa. Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai penyebutan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) sama dengan membongkar kembali falsafah bangsa yang sudah selesai. Karena itu sebaiknya RUU HIP ditarik saja.

Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini menyampaikan, perumusan Pancasila melalui proses yang sangat luar biasa. Bagi NU, Pancasila merupakan titik temu adanya berbagai macam perbedaan pendapat, ras, dan golongan. Pada Munas Alim Ulama NU 1983 di Situbondo menyatakan konsepsi kebangsaan kenegaraan bahwa Pancasila dan NKRI adalah bentuk final.

Baca Juga

"Maka dalam konteks itu kita semua dikagetkan dengan munculnya perdebatan tentang RUU HIP, menurut hemat kami kalau ini (RUU HIP) diteruskan maka akan melahirkan satu keadaan yang kontraproduktif di tengah situasi kita sedang menghadapi Covid-19," kata Helmy saat konferensi pers menyampaikan pernyataan bersama ormas-ormas keagamaan tentang RUU HIP di Auditorium KH Ahmad Dahlan, Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (3/7).

Ia juga menyampaikan, PBNU baru saja menerima kunjungan pimpinan MPR RI, ternyata pandangan PBNU yang disampaikan dalam pertemuan dengan MPR RI tersebut sama persis dengan aspirasi yang diterima pimpinan MPR RI. Jadi terkait RUU HIP ini sebaiknya ditarik saja.

Menurutnya, terkait kebutuhan dalam proses ketatanegaraan terkait lahirnya Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang mungkin memerlukan satu payung hukum. Maka sebaiknya diusulkan kembali dalam pembahasan berikutnya melalui RUU inisiatif DPR atau agar lebih elegan RUU yang diusulkan pemerintah.

"(Misalnya) RUU inisiatif untuk memberikan payung hukum bagi adanya badan atau lembaga baru, seperti UU KPK dan UU lainnya, jadi tidak kemudian melebar terlalu jauh dengan penyebutan RUU HIP ini sama dengan membongkar kembali falsafah bangsa yang kita semua anggap sudah selesai," ujarnya.

Pernyataan bersama untuk menanggapi polemik RUU HIP ini dihadiri Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti, Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan KWI Romo Agustinus Heri Wibowo, dan Sekretaris Umum PGI Pendeta Jacky Manuputty. Kemudian dihadiri juga oleh tokoh PHDI KS Arsana, tokoh Permabudhi Pandita Citra Surya, dan Ketua Umum Matakin Xs Budi S Tanuwibowo.

Salah satu poin dalam pernyataan bersama tersebut menyampaikan pemerintah menyatakan menunda pembahasan RUU HIP. Oleh karena itu, DPR hendaknya menunjukkan sikap dan karakter negarawan dengan lebih memahami arus aspirasi masyarakat dan lebih mementingkan bangsa dan negara di atas kepentingan partai politik dan golongan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement