Jumat 03 Jul 2020 00:45 WIB

dr Arief Basuki, Pejuang Kemanusiaan yang Gugur karena Covid

dr Arief Basuki tidak melihat agama, ras, dan bangsa, dalam menjalankan pekerjaan.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Agus Yulianto
dr Arief Basuki SpAn
Foto: dok. Istimewa
dr Arief Basuki SpAn

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- dr Basuki Supartono (59 tahun) mengenang ketika dirinya mulai belajar ilmu kedokteran bersama almarhum dr Arief Basuki SpAn, pada 1983 silam di Unair. Menurut dia, semasa kuliah, almarhum dr. Arief merupakan pribadi yang konsisten dan peduli terhadap kemanusiaan.

Hal itu terbukti selepas lulus dan menjadi dokter, almarhum, kata dia, sering kali melakukan tugas kemanusiaan di sela-sela pekerjaanya sebagai dokter anestesi. Tak hanya di dalam negeri, melainkan juga ke berbagai belahan negara di dunia.

"Saya prihatin dan kehilangan sosok pahlawan kemanusiaan yang menjadi sumber motivasi. Tapi di balik itu, saya merasakan kemuliaan almarhum ketika dipanggil Allah SWT," ujar dia kepada Republika, Kamis (2/7).

Dia menambahkan, semasa hidupnya, almarhum dr Arief juga tidak hanya aktif pada aksi kemanusiaan. Kecintaanya pada alam juga membawanya pada berbagai aksi lingkungan, dari mulai penghijauan hingga penanaman Mangrove di lepas pantai. 

Bahkan, dirinya juga sempat aktif di Dewan Kesenian Surabaya, dan mendapat banyak sahabat dari berbagai latar belakang. "Beliau juga sempat cerita kepada saya, dirinya sempat diundang di Dewan Kesenian itu untuk aktif di kepengurusan," kenangnya.

Namun, panggilan kemanusiaan lebih menuntunnya. Hingga akhirnya konsistensi dalam hal mengobati semakin menjadi ketika ia dan almarhum kerap melakukan perjalanan kemanusiaan bersama ke beberapa wilayah. Termasuk Gaza, Palestina dan negara lainnya.

"Saya seangkatan dengan beliau saat menimba ilmu kedokteran. Dan rasa kemanusiaan sudah menjadi jiwanya," tutur dia.

Meski almarhum dr. Arief Basuki merupakan spesialis anestesi senior dan memiliki banyak pasien, dr. Basuki menilai, bahwa dirinya sangat sederhana. Bahkan, penghasilan yang bisa didapatnya ia nilai tidak sebanding dengan gaya hidupnya yang bersahaja dan tidak mementingkan diri sendiri.

"Beliau selalu membantu orang dan tidak perhitungan, jadi lepas saja," kata dia.

Hal itu juga masih dipegang teguh saat menjadi tenaga kesehatan Covid-19. Meski sudah berumur lebih dari setengah abad, aksinya melawan wabah dan mengobati pasien dengan alat pelindung diri lengkap, tekun dijalani sejak awal. "Namun, Allah lebih sayang dan mengambilnya dengan indah," kata dia.

Hampir dua pekan lalu tepatnya Senin, kata dia, almarhum masih mengobati pasien Covid-19 di pagi hari. Merasa tak enak, dia kemudian dirawat di RS Dr Soetomo. Tak berselang lama, almarhum, kenangnya, sempat meminta izin pada keluarga untuk dipakaikan ventilator, sebelum melaksanakan shalat dan ditidurkan untuk pengobatannya.

"Tapi kemudian tidur itu jadi saat terakhirnya. Dan menurut saya, itu wafat yang sangat indah," ungkapnya.

Sebagai pahlawan kesehatan yang tidak melihat agama, ras, dan bangsa, almarhum dr Arief dinilai sangat tulus dalam membantu sesama. Oleh sebab itu, almarhum, kata dia, telah melewati semua sekat kemanusiaan dan fokus pada satu hal, kebaikan. "Semoga istri dan anak beliau sehat selalu. Saya sedih kehilangan beliau, tapi semoga dengan ini beliau bisa khusnul khotimah, dan menjadikannya inspirasi bagi masyarakat dan tenaga kesehatan yang kini berjuang," ucapnya.

Dirinya berharap, agar ke depan muncul pribadi-pribadi seperti dr. Arief Basuki yang konsisten dan penuh dedikasi. Terlepas dari latar belakangnya.

"Pasien yang meninggal memang bisa dikatakan syahid, Tapi beliau lebih dari itu," ungkap dia.

Hal serupa juga diucapkan Sekretaris Jenderal Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) Muhammad Rudi. Menurutnya, almarhum dr. Arief merupakan pribadi yang tangguh dalam aksinya memperjuangkan kemanusiaan. "Beliau relawan yang tangguh," kata dia.

Sebagai salah satu dewan pendiri BSMI, almarhum, kata dia juga menjabat sebagai anggota majelis permusyawaratn BSMI. Tak hanya itu, pribadi yang rendah hati juga ia nilai sangat berpengaruh pada relawan yang lebih muda. Khususnya, untuk merangkul para juniornya.

"Beliau tidak memandang agama dan lainnya. Terjun ke daerah bencana dan konflik juga dikhususkan untuk kemanusiaan," tutur dia.

Dengan wafatnya almarhum, pihaknya mengaku sangat kehilangan. Terlebih, sebagai salah satu dokter senior yang menjadi panutan bagi relawan kesehatan muda dan BSMI sendiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement