Kamis 02 Jul 2020 19:11 WIB

Ini Cara Atasi Defisit JKN Menurut BPJS Watch

Pajak rokok dan kolektibilitas iuran bisa menekan defisit JKN-KIS

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pegawai melayani peserta BPJS Kesehatan di Jakarta, Rabu (1/7). Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Watch menyebutkan ada beberapa cara untuk mengatasi defisit keuangan yang terus dialami Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Diantaranya memaksimalkan kolektibilitas iuran JKN-KIS.
Foto: Republika/Prayogi
Pegawai melayani peserta BPJS Kesehatan di Jakarta, Rabu (1/7). Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Watch menyebutkan ada beberapa cara untuk mengatasi defisit keuangan yang terus dialami Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Diantaranya memaksimalkan kolektibilitas iuran JKN-KIS.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Watch menyebutkan ada beberapa cara untuk mengatasi defisit keuangan yang terus dialami Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Diantaranya memaksimalkan kolektibilitas iuran JKN-KIS.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, ada beberapa sisi yang harus dilihat ketika terjadi persoalan defisit yaitu pendapatan dan pembiayaan. Ia menyebutkan ketika menaikkan iuran untuk meningkatkan pendapatan tetapi ternyata menyebabkan tunggakan iuran semakin besar maka kebijakan menaikkan premi ini menjadi hal yang percuma.

Baca Juga

"Yang harus didorong adalah bagaimana BPJS Kesehatan meningkatkan collectibility tunggakan iuran dari peserta sebelumnya yaitu sebesar Rp 12,77 triliun hingga akhir Maret 2020, itu sangat besar. 

Jadi BPJS Kesehatan bisa memaksimalkannya," ujarnya saat dihubungi Republika, Kamis (2/7).

Untuk memaksimalkan perolehan iuran, ia menyebutkan BPJS Kesehatan bisa menggandeng Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) supaya menginstruksikan pemerintah daerah (pemda) terlibat dengan memberikan pajak rokok. Ia menyebutkan, sebenarnya pajak rokok telah dikumpulkan yaitu sekitar Rp 1,5 triliun per tahun.

Akan tetapi ia menyebutkan perolehan itu belum maksimal karena potensi pajak rokok bisa menyentuh sebesar Rp 5 triliun hingga Rp 6 triliun. "Maka dari itu harusnya (potensi perolehan pajak rokok) bisa dikawal Kemendagri yang memiliki kewenangan pada Pemda," katanya.

Ia menambahkan, hal ini memungkinkan untuk dilakukan apalagi aturan pajak rokok sudah diatur di pasal 99 dan 100 di peraturan presiden (Perpres) nomor 82 tahun 2018 mengenai 75 persen dari pemda diserahkan ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Kalau Pemda bandel menyerahkan pajak rokok, dia menambahkan, pihak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bisa digandeng BPJS Kesehatan.

Karena Kemenkeu ini yang memberikan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK)."Jadi harus ada sinergi, apalagi sudah ada regulasi perpres itu," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement