Kamis 02 Jul 2020 08:29 WIB

Facebook: Kami Tidak Ingin Lihat Konten Kebencian

Facebook sama sekali tidak pernah memperoleh keuntungan dari ujaran kebencian.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Friska Yolandha
pemandangan ikon Facebook yang diacungi jempol
Foto: EPA-EFE/JOHN G. MABANGLO
pemandangan ikon Facebook yang diacungi jempol

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah perusahaan besar mengambil langkah untuk tidak beriklan di Facebook karena tidak bisa membendung ujaran kebencian. Hanya saja, Facebook menegaskan sama sekali tidak ingin melihat konten kebencian dalams etiap unggahan penggunanya.

VP Global Affairs and Communications Facebook Nick Clegg mengatakan miliaran orang menggunakan Facebook dan Instagram karena memiliki pengalaman yang baik. “Mereka tidak ingin melihat konten yang penuh kebencian, pengiklan kami tidak ingin melihatnya, dan kami juga tidak ingin melihatnya,” kata Nick dalam pernyataan tertulisnya yang diterima Republika.co.id, Kamis (2/7).

Baca Juga

Nick menegaskan, Facebook sama sekali tidak pernah memperoleh keuntungan dari ujaran kebencian. Dia menuturkan, tidak ada insentif bagi Facebook untuk melakukan apa pun selain menghapus unggahan pengguna yang memiliki konten kebencian.

Meskipun begitu, Nick mengakui ketika masyarakat terpecah belah dan ketegangan memuncak, perpecahan tersebut muncul di media sosial. Nick mengatakan, Facebook yang mendukung komunitas memiliki lebih dari tiga miliar orang menggunakan media sosial tersebut setiap bulan.

“Segala hal baik, buruk, dan negatif yang berkenaan dengan masyarakat dapat dijumpai di dalam platform kami,” tutur Nick.

Hal tersebut menurutnya pada akhirnya membuat Facebook memiliki tanggung jawab besar. Tah hanya Facebook, Nick mengatakan perusahaan media sosial lainnya juga memiliki tanggung jawab untuk menetapkan batasan tentang konten yang akan diunggah penggunanya.

Nick mengatakan, Facebook telah mendapat banyak kritik dalam beberapa minggu terakhir setelah mengizinkan postingan kontroversial dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Hal tersebut memicu keraguan yang datang dari banyak orang termasuk perusahaan yang beriklan di Facebook.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement