Rabu 01 Jul 2020 09:34 WIB

Iran: Akhir dari Embargo Senjata Tentukan Perjanjian Nuklir

AS berupaya memperpanjang embargo senjata terhadap Iran

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Menlu Iran Javad Zarif
Foto: Anadolu Agency
Menlu Iran Javad Zarif

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran mengatakan, keberlanjutan perjanjian nuklir dengan kekuatan dunia tergantung pada jadwal berakhirnya embargo senjata Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Oktober. Hanya saja, Amerika Serikat berusaha memperpanjang embargo tersebut.

"Jadwal untuk penghapusan pembatasan senjata yang tercantum dalam Resolusi 2231 adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kompromi yang dimenangkan dengan susah payah," kata Menteri Luar Negeri Iran Mohammad, Javad Zarif, pada sesi Dewan Keamanan PBB (DK PBB). 

Baca Juga

Zarif merujuk pada resolusi Kesepakatan 2015 yang ditandatangani untuk menahan kegiatan nuklir Iran dengan imbalan pelonggaran sanksi. "Setiap upaya untuk mengubah atau mengubah jadwal yang disepakati sama saja dengan merusak Resolusi 2231 secara keseluruhan," katanya.

Komentar Zarif dibuat setelah Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, mendesak badan PBB untuk memperpanjang embargo senjata terhadap Iran. Washington telah mengedarkan rancangan resolusi kepada lembaga beranggotakan 15 negara yang akan memperpanjang embargo tanpa batas waktu. Tapi, Rusia dan China telah memberi isyarat akan menolak upaya tindakan semacam itu.

"Jika Iran bukan ancaman bagi perdamaian dan keamanan, saya tidak tahu apa itu," kata Pompeo, memperingatkan bahwa berakhirnya embargo akan membahayakan stabilitas Timur Tengah.

Pompeo menggambarkan Iran memiliki kemampuan mempengaruhi stabilitas ekonomi Timur Tengah. Kondisi itu dinilai akan membahayakan negara-negara seperti Rusia dan China yang bergantung pada harga energi yang stabil. 

Melihat kondisi itu, Pompoe menyebut Iran adalah rezim teroris paling kejam di dunia. Dia mendesak DK PBB untuk menolak diplomasi pemerasan yang sedang dilakukan.

Jika AS tidak berhasil memperpanjang embargo senjata, negara itu mengancam akan memicu kembalinya semua sanksi PBB terhadap Iran di bawah kesepakatan nuklir. Sebelumnya, Washington secara sepihak menarik diri dari perjanjian pada 2018.

Atas pernyataan itu, Zarif membalas dengan menyebut pemerintahan Presiden AS Donald Trump pelaku kejahatan yang melancarkan terorisme ekonomi di Iran.  Zarif menyerukan AS untuk memberikan kompensasi kepada rakyat Iran atas kerusakan yang terjadi dan dengan keras menentang perpanjangan embargo senjata. Dia memperingatkan bahwa Iran akan tegas jika embargo dipertahankan dan AS akan bertanggung jawab penuh.

Sekutu AS dari Eropa telah menyuarakan dukungan untuk memperpanjang embargo. Namun,  menentang sanksi baru, karena masalah yang lebih besar adalah program nuklir Iran. Perwakilan Uni Eropa untuk PBB, Olof Skoog menyatakan, bahwa AS belum berpartisipasi dalam pertemuan mengenai kesepakatan nuklir sejak mengumumkan penarikannya pada Mei 2018.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement