Selasa 30 Jun 2020 12:46 WIB

Rasio Utang Naik Signifikan, BKF: Ini Loncatan Tidak Normal

Rasio utang 2021 diperkirakan berada pada level 37 sampai 38,5 persen terhadap PDB.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Utang (ilustrasi). Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Febrio Kacaribu menyebutkan, rasio utang pada tahun ini dan tahun depan akan memasuki kondisi tidak normal.
Foto: AP Photo/LM Otero
Utang (ilustrasi). Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Febrio Kacaribu menyebutkan, rasio utang pada tahun ini dan tahun depan akan memasuki kondisi tidak normal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Febrio Kacaribu menyebutkan, rasio utang pada tahun ini dan tahun depan akan memasuki kondisi tidak normal. Sebab, loncatannya sangat tinggi, yaitu tujuh sampai delapan poin percentage dibandingkan rata-rata yang pernah dicapai Indonesia.

Pada tahun ini, Kemenkeu memproyeksikan rasio utang akan mencapai 37,6 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Pada tahun lalu, realisasinya masih berada pada level 30 persen atau tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.

Baca Juga

Sementara itu, pada 2021, rasio utang diperkirakan berada pada level 37 sampai 38,5 persen terhadap PDB. "Ini adalah loncatan yang tidak normal karena berada dalam kondisi tidak normal. Dalam kondisi normal, ini tidak akan kita lakukan," ujar Febrio dalam Rapat Kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR, Selasa (30/6).

Febrio menyebutkan, level 37-38 persen sebenarnya masih relatif aman apabila dilihat berdasarkan standar internasional. Hanya saja, pemerintah akan tetap mengantisipasi terhadap kenaikan yang tajam dan tiba-tiba dalam satu sampai dua tahun ke depan itu.

Febrio menekankan, kebijakan ini bukanlah pilihan yang diinginkan pemerintah. Peningkatan rasio utang ini tidak terlepas dari pelebaran defisit yang dilakukan pemerintah sebagai dampak dari penanganan pandemi Covid-19.

Semula, proyeksi defisit adalah di kisaran 1,76 persen yang kemudian direvisi menjadi 5,07 persen. Terakhir, Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 Tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, pemerintah menetapkan defisit APBN akan mencapai 6,34 persen.

Tahun depan pun, pemerintah masih memproyeksikan defisit di kisaran 3,21 persen hingga 4,17 persen dengan rasio utang 37 sampai 38,5 persen dari PDB. "Kenaikan ini bukan karena pilihan, tapi karena mengatasi keterpaksaan dan kegentingan yang harus kita jaga," kata Febrio.

Untuk strategi pembiayaan tahun ini dan tahun depan, Febrio menyebutkan, pemerintah akan tetap fleksibel dan hati-hati dalam melihat potensi pasar. Penerbitan surat utang pun bersifat oportunistik. Artinya, ketika pasar sedang dalam kondisi bagus, maka pemerintah akan ‘masuk’ dan jika tidak, pemerintah akan mengelola mitigasi risikonya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement