Selasa 30 Jun 2020 10:22 WIB

Pabrik AS Patok Harga Obat Covid-19 Rp 33 Juta per Pasien

Obat Covid-19 remdesivir diklaim dapat menghambat Covid-19

Rep: Ali Mansur/ Red: Nur Aini
Gilead Sciences Inc memublikasikan temuan terpenting dari uji coba pemberian remdesivir slama lima hari dan 10 hari pada pasien Covid-19.
Foto: EPA
Gilead Sciences Inc memublikasikan temuan terpenting dari uji coba pemberian remdesivir slama lima hari dan 10 hari pada pasien Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, -- Gilead Sciences Inc mematok harga obat Covid-19 remdesivir sebesar 2.340 dolar AS atau Rp 33 juta per pasien untuk negara-negara kaya. Perusahan setuju untuk mengirimkan hampir semua pasokan obatnya ke Amerika Serikat selama tiga bulan ke depan. 

Harga obat itu sedikit di bawah kisaran 2.520-2.800 dolar AS yang disarankan oleh kelompok riset penetapan harga obat AS Institute for Clinical and Economic Review (ICER) pekan lalu. Hal itu terjadi setelah para peneliti Inggris menemukan deksametason steroid yang murah dan secara signifikan menurunkan angka kematian di antara pasien Covid-19 parah.

Baca Juga

Remdesivir diperkirakan mendapat permintaan tinggi karena satu-satunya pengobatan yang sejauh ini terbukti menghambat Covid-19. Setelah obat yang diberikan lewat pembuluh darah itu membantu rumah sakit mempersingkat waktu pemulihan dalam uji klinis, remdesivir mendapatkan otorisasi penggunaan darurat di Amerika Serikat dan persetujuan penuh di Jepang.

Obat itu diyakini paling efektif dalam mengobati pasien lebih awal daripada deksametason, yang mengurangi kematian pada pasien yang membutuhkan bantuan oksigen dan mereka yang menggunakan ventilator. Namun, remdesivir dalam formulasinya saat ini, hanya digunakan pada pasien yang cukup sakit sehingga perlu rawat inap pengobatan lima hari.

Dalam sebuah surat terbuka, Kepala Eksekutif Gilead Daniel O'Day mengatakan harganya jauh di bawah nilai yang diberikan mengingat bahwa pengeluaran rumah sakit di awal dapat menghemat sekitar 12.000 dolar per pasien di Amerika Serikat.

Pengacara pasien berpendapat bahwa biayanya harus lebih rendah karena remdesivir dikembangkan dengan dukungan keuangan dari pemerintah AS. Sementara perwakilan AS Lloyd Doggett, seorang Demokrat dari Texas, mengatakan harga yang keterlaluan untuk obat yang sangat sederhana.

Remdesivir sebelumnya gagal sebagai pengobatan Ebola dan belum menunjukkan bahwa itu dapat mengurangi kematian Covid-19.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement