Senin 29 Jun 2020 15:19 WIB

KWI: Agama Final Larang LGBT, tapi Realitasnya Mereka Ada

KWI menegaskan LGBT dilarang agama manapun dan bersifat final.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
KWI menegaskan LGBT dilarang agama manapun dan bersifat final. Ilustrasi LGBT.
Foto: EPA/IAN LANGSDON
KWI menegaskan LGBT dilarang agama manapun dan bersifat final. Ilustrasi LGBT.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) yang juga Uskup Agung Jakarta, Mgr Ignatius Suharyo, memberikan pandangan mengenai dukungan perusahaan multinasional Unilever terhadap kelompok LGBT. Dia menegaskan, gereja Katolik menolak perkawinan sesama jenis. 

"Yang tidak akan pernah disetujui itu adalah yang disebut hidup bersama sesama jenis. Itu pasti menurut moral gereja Katolik, itu pasti salah. Dan yang disebut perkawinan sesama jenis, gereja pasti menolak," ucap dia kepada Republika.co.id, Senin (29/6).

Baca Juga

Meski begitu, kelompok LGBT itu merupakan warga negara sehingga cukup mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di setiap negara, apakah mereka melanggar hukum atau tidak. "Jadi dilihat saja dari segi itu, apakah mereka berdasarkan UU yang berlaku di negara-negara tertentu itu melanggar apa tidak," tuturnya.

Ignatius menambahkan, kelompok LGBT diakui atau tidak, memang ada dan mereka memiliki hak yang sama sebagai warga negara. Karena itu, KWI tidak mendukung, tidak melarang dan menerima kelompok tersebut sebagai sebuah realitas.

"Mereka kan juga tidak memilih, tidak mau menjadi LGBT. Jadi, kalau dari pihak gereja Katolik, (LGBT) itu diterima sebagai realitas, tidak mendukung, tidak melarang, wong realitasnya mereka itu ada," katanya.

Keberadaan kelompok LGBT, lanjut Ignatius, tentu tidak bisa ditolak. Baik atau buruknya perilaku mereka juga tidak bisa dinilai secara umum karena menurutnya harus dilihat secara kasuistik.

"Harus dilihat satu per satu, kasus demi kasus. Tetapi kalau perilaku sosial, itu bisa diukur dengan aturan hukum di suatu negara. Kalau mereka melanggar aturan UU yang berlaku di negara itu ya mesti diperlakukan seperti warga negara lain yang melanggar hukum," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement