Senin 29 Jun 2020 12:25 WIB

BI akan Tanggung 100 Persen Bunga Utang untuk Barang Publik

Pembiayaan utang untuk barang publik terkait penanganan Covid capai Rp 397 triliun.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Bunga utang membuat beban pembayaran kian besar. (ilustrasi)
Foto: Know Your Bank
Bunga utang membuat beban pembayaran kian besar. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, Bank Indonesia (BI) akan menanggung 100 persen bunga pembiayaan utang untuk penanganan dampak Covid-19 yang bersifat public goods atau barang publik. Hal ini merupakan hasil pembicaraan teranyar antara otoritas moneter dan fiskal tersebut.

Secara total, kebutuhan pembiayaan utang untuk penanganan pandemi mencapai Rp 903,46 triliun. Sebanyak Rp 397 triliun di antaranya ditujukan untuk public goods. Lebih detail, Rp 87,55 triliun untuk sektor kesehatan, Rp 203,90 triliun untuk perlindungan sosial, dan sisanya untuk dukungan kementerian/lembaga dalam rangka mendorong kinerja sektoral.

Baca Juga

"BI menanggung mungkin sampai 100 persen beban bunganya (pembiayaan utang untuk public goods)," tutur Sri dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (29/6). Namun, Sri menambahkan, pihaknya masih harus melakukan beberapa diskusi dengan BI untuk menentukan kebijakan lebih detail, khususnya mengenai burden sharing yang masih diupayakan dengan menjaga tata kelola antara Kemenkeu dan BI.

Sementara itu, untuk pembiayaan yang ditujukan untuk non-public goods, pemerintah akan menanggungnya. Namun, Sri menjelaskan, bank sentral memberikan diskon 1 persen dari BI Reverse Repo Rate untuk mengurangi beban pemerintah. Total kebutuhan untuk pembiayaan ini, termasuk ke UMKM, korporasi atau BUMN, senilai Rp 505 triliun.

Kebutuhan pembiayaan utang yang mencapai Rp 903,46 triliun merupakan penyesuaian terhadap Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2020. Di samping itu, ada selisih kurs utang jatuh tempo.

Dengan angka terbaru kebutuhan pembiayaan utang, Sri menjelaskan, pemerintah harus membayar tambahan bunga utang sebesar Rp 66,5 triliun per tahun. "Ini dengan asumsi menggunakan market rate 7,36 persen," kata mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut.

Dari total tersebut, Sri menjelaskan, skema burden sharing yang sudah direncanakan antara otoritas fiskal dan moneter ini adalah BI akan menanggung 53,9 persen bunga. Saat ini kedua pihak sedang memfinalisasi detail perhitungan serta seberapa banyak issuance ke market dan issuance melalui private placement. "Ini sedang kami finalkan dengan Pak Gubernur BI (Perry Warjiyo) mengenai komposisi skema burden sharing-nya," ujar Sri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement