Ahad 28 Jun 2020 23:11 WIB

Ini Imbas Penurunan Sektor Pariwisata Akibat Covid-19

Merosotnya sektor pariwisata juga membuat kinerja industri perhotelan, terjun bebas. 

Rep: Ali Mansur / Red: Agus Yulianto
Pekerja mengepel lantai pada salah satu hotel di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Bara. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jawa Barat, Dedi Taufik mengatakan sebanyak 575 hotel di wilayah Jawa Barat tutup akibat pandemi virus Corona (COVID-19) dan tingkat hunian hotel pun menurun drastis hingga mencapai lima persen dari kondisi normal yang bisa mencapai 50 persen. (Ilustrasi)
Foto: ANTARA/Arif Firmansyah
Pekerja mengepel lantai pada salah satu hotel di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Bara. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jawa Barat, Dedi Taufik mengatakan sebanyak 575 hotel di wilayah Jawa Barat tutup akibat pandemi virus Corona (COVID-19) dan tingkat hunian hotel pun menurun drastis hingga mencapai lima persen dari kondisi normal yang bisa mencapai 50 persen. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Bidang Ekonomi The Indonesian Institute (TII) Muhamad Rifki Fadilah menilai, penurunan di sektor pariwisata membawa imbas yang tidak mudah ke sektor-sektor yang menjadi penyokong sektor pariwisata. Seperti sektor penerbangan, perhotelan, dan juga sektor makanan-minuman khususnya yang dimiliki oleh UMKM. 

Hasil temuan kajian ini memproyeksikan bahwa sektor penerbangan skala global tahun 2020, akan mengalami penurunan pendapatan sebesar 252 miliar dolar Amerika. Untuk kasus Indonesia, industri penerbangan diperkirakan mengalami kehilangan pendapatan 4 miliar dolar Amerika, baik dari rute internasional maupun rute domestik. 

“Ini merupakan eksternalitas dari adanya kebijakan pelarangan mobilitas manusia untuk meninggalkan wilayah negaranya masing-masing dan menutup diri, termasuk untuk aktivitas berwisata," ujar Rifki dalam keterangan tertulisnya, Ahad (28/6)

Menurut Rifki, tercatat ada 217 tujuan destinasi wisata yang melakukan kebijakan pelarangan mobilitas, termasuk di Indonesia dengan adanya kebijakan PSBB dan pelarangan mudik kemarin. Merosotnya sektor pariwisata juga membuat kinerja industri perhotelan, khususnya di kota-kota yang mengandalkan permintaan pariwisata terjun bebas. 

Masih, kata Rifki, data dari BPS menunjukkan bahwa Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang di Indonesia sepanjang bulan Maret 2020 mencapai rata-rata 32,24 persen atau turun 16,98 persen, jika dibandingkan bulan sebelumnya (month to month/mtm) dan turun 20.64 persen jika dibandingkan bulan Maret 2019 (yoy). 

“Tentu ini juga membawa efek yang tidak mudah jika dikalkulasi dari berbagai sumber, maka total kerugian pariwisata dari hotel dan restoran mencapai 1,5 miliar dolar Amerika atau setara dengan Rp21 triliun (kurs Rp 14.000) hingga Maret 2020," ujar Rifki.

Hal ini, kata Rifki, akibat adanya hotel yang harus tutup akibat Covid-19 dengan total lebih dari 1.260 hotel. Buntut panjangnya, hal ini berimbas besar kepada sekitar 150.000 karyawan yang bekerja di sektor tersebut.

Terakhir, terkait dengan sektor makanan-minuman (mamin) yang banyak diisi oleh pelaku UMKM, dari kajian ini, Rifki menemukan bahwa dari data KemenkopUKM, ada sekitar 37 ribu UMKM yang memberikan laporan bahwa mereka terdampak sangat serius dengan adanya pandemi Covid-19. Kemudian, dari temuan LIPI yang menunjukkan dampak penurunan pariwisata terhadap UMKM yang bergerak di usaha penyedia akomodasi dan mamin mikro mencapai 27 persen. 

"Sedangkan, dampak terhadap usaha kecil mamin sebesar 1,77 persen dan usaha menengah di angka 0,07 persen," kata Rifki.

Terkait dengan respons kebijakan pemerintah, dirinya mengatakan bahwa kebijakan stimulus fiskal dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah cukup baik untuk merespons dampak Covid-19 ke sektor pariwisata. Namun, dirinya juga menggarisbawahi, masih ada kebijakan-kebijakan yang belum mengakomodir pelaku usaha pariwisata. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement