Jumat 26 Jun 2020 19:24 WIB

Antropologi Kesenian Orang Arab (2)

Umm Kaltsum dan Fairuz, menjadi tonggak perkembangan kesenian Arab klasik.

Antropologi Kesenian Orang Arab (2). Ilustrasi
Antropologi Kesenian Orang Arab (2). Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hajriyanto Y. Thohari, Dubes RI untuk Lebanon

JAKARTA -- Umm Kultsum yang lahir 1898 konon dengan nama Fāṭima ʾIbrāhīm es-Sayyid el-Beltāǧī dan meninggal 3 Februari 1975 adalah penyanyi, penulis lagu dan juga aktris film yang bukan hanya kebanggaan Mesir, melainkan juga dunia Arab. Saking bangganya bangsa Arab dengan Umm Kultsum sampai dia mendapatkan julukan Sang Bintang dari Timur (كوكب الشرق, “Star of the East”).

Baca Juga

Mesir yang juga dijuluki Negeri Piramida tidak hanya bangga dengan piramida di Kawasan Giza itu, melainkan juga piramida yang berwujud Umm Kultsum. Tak heran jika orang Mesir sampai memberikan gelar kepadanya sebagai, jangan kaget, “Piramid Keempat Mesir” (“Egypt’s fourth pyramid”).

Mesir menjadi negara Arab yang paling menonjol karena memiliki empat hal: piramida yang menjadi salah satu keajaiban dunia, Sphinx Agung Giza (bahasa Arab: أبو الهول‎ , Abū al Hūl, bahasa Inggris: The Terrifying One), empat orang penerima hadiah Nobel, dan Umm Kultsum, alias sang “Suara Mesir” (The voice of Egypt). Sepeninggal Umm Kultsum kesenian dan lagu-lagu Arab Mesir tidak lagi khas Arab tradisional, melainkan semakin dipengaruhi kesenian modern atau Barat.

 

Diva atau primadona penyanyi Arab yang satu lagi adalah Fairuz. Jika Mesir memiliki Umm Kultsum maka Lebanon mempunyai Fairuz. Keduanya laksana dua sayap “burung” yang membawa terbang kesenian klasik Arab membubung tinggi di jagad kesenian dunia.

Pada 1997, Billboard stated “even after five decades at the top, (Fairuz) remains the supreme Diva of Lebanon”. In 1999, The New York Times menggambarkannya sebagai “a living icon without equal”.

Tak heran jika Fairuz menerima anugerah Order of Merit, Lebanon, dan juga  the National Order of the Cedar. Pada tahun 2008, BBC menggambarkan dirinya sebagai penyanyi legendaris dan diva Arab terbesar di kala hidup  (the legendary Lebanese singer and greatest living Arab diva). Sebuah artikel di The New York Times (2006) menjulukinya A Diva Brightens a Dark Time in Beirut.   

 

Pokoknya, Fairuz merupakan penyanyi yang lagu-lagunya paling banyak didengar orang di hampir semua media audio dan audiovisual di Lebanon, Arab Levant dan Dunia Arab secara keseluruhan sampai hari ini. Di televisi, radio, restoran, kafe, hotel, dan resepsi-resepsi lagunya tetap diperdengarkan. Benar-benar sebuah legenda yang terus hidup! Betapa banyak penyanyi Arab yang mengidolakannya bisa menjadi seperti dirinya. Saking begitu bangganya dunia Arab, khususnya Lebanon, seorang penulis terkenal Fawwaz Trabulsi, melukiskannya secara dramatis dalam sebuah bukunya sebagai The Theater of the stranger, the Treasure and the Miracle (فيروز و الرحابنة: مسرح الغريب و الكنز و الاعجوبة (.

 

Bagi warga Muhammadiyah, nama Fairuz yang itu juga memiliki kenangan tersendiri. Pasalnya, lagu Sang Surya yang digubah oleh Djarnawi Hadikusumo itu banyak kesamaannya dengan salah satu lagu Fairuz yang sangat terkenal yang berjudul Aatini al Nay ( اعطني الناي ). Lagu ini dinyanyikan secara luas dalam acara-acara organisasi Muhammadiyah yang sifatnya resmi maupun tidak resmi.

 

Kedua penyanyi legendaris Arab ini, Umm Kaltsum dan Fairuz, menjadi tonggak perkembangan kesenian Arab klasik. Pasca keduanya kini kesenian Arab meski berkembang pesat tetapi semakin jauh meninggalkan genre kesenian klasik. Fenomena ini tampak dan terasa sekali dalam perkembangan kesenian di Lebanon yang semakin modern.

 

https://www.suaramuhammadiyah.id/2020/06/24/antropologi-kesenian-orang-arab/

 

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement