Kamis 25 Jun 2020 17:30 WIB

Jabar Kaji Layanan Transportasi Publik Saat Pandemi

Ombudsman Jabar juga memberi masukan pemberian insentif pelaku usaha transportasi

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Hiru Muhammad
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil meninjau kesiapan protokol kesehatan menghadapi Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) sektor transportasi di Stasiun Bandung, Kota Bandung, Rabu (3/6).
Foto: dok. Istimewa
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil meninjau kesiapan protokol kesehatan menghadapi Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) sektor transportasi di Stasiun Bandung, Kota Bandung, Rabu (3/6).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat (Jabar) Setiawan Wangsaatmaja menyatakan Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jabar juga memperhatikan bidang transportasi selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) baik penuh maupun parsial berlaku di Jabar.

Sebelum PSBB pertama di Jabar diterapkan di Bogor-Depok-Bekasi (Bodebek) pada 15 April, pergerakan kepadatan lalu lintas maupun orang mencapai 100 persen dengan tingkat kemacetan 5-15.

"Ketika PSBB Bodebek, (pergerakan) menurun jadi 43 persen. Sementara saat PSBB Bandung Raya berada di 29 persen. Untuk PSBB Provinsi mulai 6 Mei berkisar di 43 persen. Lalu saat PSBB proporsional mulai 20 Mei, aktivitas perlahan naik lagi, terutama jelang Lebaran. Untuk saat ini pergerakan mencapai 57 persen," ujar Setiawan ketika memberikan sambutan dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Ombudsman Perwakilan Jabar terkait "Evaluasi Pelaksanaan PSBB dalam Penanganan Covid-19 di Jabar Bidang Transportasi" di Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (25/6).

Rapid assessment atau kajian cepat Ombudsman Jabar terkait transportasi Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Garut di masa pandemi ini dilakukan selama satu bulan. 

 

Setiawan yang menjabat juga Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jabar ini mengatakan, pihaknya juga sudah memetakan mobilitas warga Jabar di pemukiman, di mana ada kecenderungan pergerakan atau interaksi saat membeli kebutuhan sehari-hari. "Selain pemukiman, kami juga memetakan mobilitas di tempat kerja, fasilitas kesehatan, ritel dan rekreasi, transit station, dan taman," kata Setiawan.

Kenaikan mobilitas di Jabar, kata dia, diperkirakan terjadi karena adanya pergerakan transportasi di bulan Ramadhan, aktivitas perayaan Idul Fitri, serta new normal (Adaptasi Kebiasaan Baru) di akhir masa PSBB Jabar.

Sementara itu, berdasarkan laporan Gugus Tugas Jabar pada 12 Juni lalu, ada 17 kabupaten/kota atau 62,96 persen berada di Zona Biru (Level 2) dan 10 kabupaten/kota atau 37,04 persen berada di Zona Kuning (Level 3). Level kewaspadaan ini ikut menentukan tahapan-tahapan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) yang boleh dilakukan.

"Penyakit Covid-19 ini erat dengan kerumunan. Jadi kalau tidak bisa kendalikan kerumunan, kemungkinan besar jadi masalah," kata Setiawan.

Selain itu, Setiawan juga melaporkan Angka Reproduksi Efektif (Rt) di Jabar yang sudah tiga minggu berada di bawah angka 1. Merujuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebuah wilayah punya kesempatan melonggarkan PSBB jika menjaga Rt di bawah 1 selama dua minggu.

"Angka Rt Jabar pada 20 Juni yaitu 0,9. Per tanggal 23 Juni adalah 0,92. Sementara rata-rata Rt dari 7 Juni sampai 20 Juni yaitu 0,71," kata Setiawan.

Dalam pidato saat membuka acara, Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jabar Haneda Sri Lastoto berharap kajian cepat Ombudsman Jabar bisa memberikan manfaat, terutama bagi Jabar secara keseluruhan.

"Jabar sebagai penyangga ibu kota dan jumlah penduduknya terbanyak di Indonesia hampir 50 juta sudah seharusnya melakukan analisis dan mitigasi selama PSBB ini," kata Haneda.

Menurutnya, Rapid assessment (Jabar) ini yang kedua, sebelumnya oleh (Ombudsman) perwakilan DKI Jakarta (untuk Jakarta). "Rapid assessment dilakukan dengan sampel, survei lapangan, dan wawancara langsung," katanya.

Haneda pun berujar, FGD digelar untuk membahas temuan secara umum maupun khusus sehingga bisa disimpulkan jika terjadi potensi maladministrasi.

"Acara ini (FGD) mengidentifikasi isu permasalahan yang timbul akibat pelaksanaan PSBB di Jabar, terutama dampak kebijakan transportasi selama PSBB di Jabar. Tujuannya memberikan saran untuk evaluasi dan perumusan kebijakan," kata Haneda.

Observasi lapangan untuk Rapid Assessment Ombudsman Jabar sendiri dilakukan di check point, Terminal Guntur Garut, Terminal Leuwipanjang, Stasiun Hall Bandung, dan Bandara Husein Sastranegara Bandung.

Temuan lapangan antara lain, kata dia, peraturan, regulasi, dan kebijakan pemerintah terkait penanganan COVID-19 terutama bidang perhubungan dan transportasi selalu berubah sehingga membingungkan masyarakat. Serta, pola penegakan dan pengawasan PSBB dilakukan secara persuasif dan edukatif, serta jenis pelanggaran terbanyak yakni tidak memakai masker dan sarung tangan.

Selain itu, kata dia, angkutan penumpang dalam kota masih banyak yang tidak mematuhi aturan pembatasan transportasi. Sementara di check point, terjadi penumpukan, kurangnya Alat Pelindung Diri (bagi petugas), hingga sanksi terberat hanya berupa putar balik.

Ombudsman Jabar pun, kata dia, memberikan delapan saran, salah satunya melakukan kajian terkait pemberian insentif bagi pelaku usaha di bidang transportasi untuk mendorong partisipasi aktif dalam penegakan protokol kesehatan di bidang transportasi selama pandemi. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement