Kamis 25 Jun 2020 09:52 WIB

Prediksi IMF Picu Kejatuhan Wall Street

IMF menyebut ekonomi global akan menyusut 4,9 persen pada tahun.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Friska Yolandha
Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi ekonomi global akan mengalami resesi yang sangat dalam pada 2020. Proyeksi tersebut mendorong Wall Street jatuh ke teritori negatif pada perdagangan Rabu (24/6) malam.
Foto: AP/ Louis Lanzano
Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi ekonomi global akan mengalami resesi yang sangat dalam pada 2020. Proyeksi tersebut mendorong Wall Street jatuh ke teritori negatif pada perdagangan Rabu (24/6) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi ekonomi global akan mengalami resesi yang sangat dalam pada 2020. Proyeksi tersebut mendorong Wall Street jatuh ke teritori negatif pada perdagangan Rabu (24/6) malam. 

Dalam World Economic Outlook (WEO) terbaru, IMF menyebut ekonomi global akan menyusut 4,9 persen pada tahun. Proyeksi tersebut lebih rendah dibandingkan April lalu yang diperkirakan ekonomi global hanya terkoreksi 3 persen. 

Baca Juga

Di Wall Street, Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 2,72 persen, S&P 500 kehilangan 2,59 persen dan Nasdaq Composite turun 2,19 persen. Secara global, indeks saham MSCI diseluruh dunia turun 2,24 persen. 

Mengekor Wall Street, bursa saham Asia turut melemah signifikan. Selain proyeksi resesi global, memerahnya bursa saham Asia dipicu oleh penambahan kasus baru Covid-19 disejumlah negara. 

"Laju percepatan kasus baru menyebabkan bisnis dan konsumen kembali bergejolak. Pemesanan restoran di sejumlah wilayah telah menurun," kata National Australia Bank dalam catatan penelitian dikutip Reuters, Kamis (25/6).

Analis dari Australia CommSec James Tao, mengatakan kasus Covid-19 yang melonjak dan pembatasan yang bertujuan meredam penyebaran pandemi telah membuat kepercayaan pasar terhadap pulihnya ekonomi menjadi menurun. 

Pada hari Rabu, tiga negara bagian AS yaitu Florida, Oklahoma, dan Carolina Selatan melaporkan peningkatan kasus baru. Hal ini pun mendorong sentimen negatif bagi pasar saham. 

"Tidak mengherankan mengingat penurunan besar di Wall Street," kata Tao.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement