Rabu 24 Jun 2020 11:27 WIB

Arti Penanggalan bulan Hijriyah

Masing-masing bulan dalam hijriyah memiliki artinya.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Hafil
Arti Penanggalan bulan Hijriyah. Foto: Pawai Obor. Anak-anak mengikuti pawai obor dalam menyambut Tahun Baru Islam 1 Muharam 1439 H di kawasan Cikini, Jakarta, Rabu (20/09). Tanggal 21 September menjadi awal tahun bagi penanggalan kalender 1439 Hijriah.
Foto: Iman Firmansyah
Arti Penanggalan bulan Hijriyah. Foto: Pawai Obor. Anak-anak mengikuti pawai obor dalam menyambut Tahun Baru Islam 1 Muharam 1439 H di kawasan Cikini, Jakarta, Rabu (20/09). Tanggal 21 September menjadi awal tahun bagi penanggalan kalender 1439 Hijriah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Penanggalan bulan-bulan yang ada di dalam tahun Hijriyah sudah dikenal bangsa Arab sebelum Islam hadir. Penetapan penanggalan Hijriyah dilakukan ketika tahun 412 Masehi melalui konvensi para petinggi-petinggi dari lintas suku dan kabilah bangsa Arab di Mekah pada masa Kilab bin Marrah (kakek Nabi Muhammad).

Dari perkumpulan itu, kata Ustaz Ahmad Zarkasih Lc, munculah 12 nama bulan dengan masing-masing memiliki arti. Misalnya nama bulan Muharram berarti yang terlarang. Disebutkan demikian karena memang pada bulan ini, bangsa Arab seluruhnya mengharamkan peperangan dan tidak ada tumpah darah pada bulan ini.

Baca Juga

"Ini merupakan hukum adat yang tidak tertulis yang berlaku sejak lama," katanya saat menjawab pertanyan jamaah dalam kajian virtual terkait awal mulanya penanggalan Hijriyah. Pertanyaan ini dirangkum dalam sebuah buku dengan judul "47 Masalah Fiqih Klasik dan Kontemporer."

Bulan Shafar. Shafar satu suku kata dengan kata shifir yang berarti kosong. Bulan ini dinamakan shoplfar atau shifir, karena pada bulan ini bangsa Arab mengosongkan rumah-rumah mereka beralih ke medan perang.

Rabi' al-Awwl. Sesuai namanya, Rabi yang berarti musim semi bulan ini dinamakan demikian karena memang itu yang terjadi. Rabi al-Tsani. Namanya mengikuti nama bulan sebelum karena musim gugur yang masih berlangsung. Tsani artinya yang kedua.

Jumada al-Ula. Dulu di masa jahiliyah, namanya Jumada Khamsah. Jumada, asal katanya Jamid yang berarti beku atau keras. Dikatakan demikian karena bulan ini adalah musim panas, yang karena saking panasnya, air bisa saja membeku, artinya kekeringan.

Jumada al-Tsaniyah /Jumada al-Akhirah. namanya mengikuti bulan sebelumnya titik Rajab. Dalam tradisi Arab, bulan Rajab adalah termasuk bulan yang haram bagi mereka untuk melakukan peperangan. Artinya haram membunuh ketika itu titik dinamakan Rajab karena memang salah satu makna Rajab dalam bahasa Arab ialah suatu sesuatu yang mulia.

Maksudnya kata Ustaz Ahmad, mereka memuliakan dirinya dan orang lain dengan tidak membunuhnya. Ada juga yang mengatakan bahwa raja berarti melepaskan mata pisau dari tombak sebagai simbol berhentinya perang.

Sya'ban. Asal katanya dari syi'b yang berarti kelompok. Dinamakan begitu karena ketika masuk bulan Sya'ban. Orang-orang Arab kembali ke kelompok (suku) mereka masing-masing dan mereka berkelompok lagi untuk berperang setelah sebelumnya di bulan Rajab mereka hanya duduk di rumah masing-masing.

Ramadhan. berasal dari kata Ramadan yang maknanya ialah panas yang menyengat atau membakar titik dinamakan seperti itu karena memang matahari bulan ini jauh lebih menyengat dibandingkan bulan-bulan lain sehingga panas yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan yang lain.

Syawwal. Bangsa Arab mengenal jenis burung an-Nauq yang kalau biasanya hamil di bulan ini dan mengangkat sayap serta ekornya sehingga terlihat kurus badannya burung tersebut. Mengangkat sayap atau ekor disebut dengan Syaala yang merupakan asal kata dari nama bulan Syawal.

Dzul-Qa'dah. Asal katanya dari qa'ada yang berarti duduk atau istirahat tidak beraktivitas. Dinamakan demikian karena dari berperang guna menyambut bulan haji yaitu dzul-hijjah yang mana bulan tersebut adalah bulan diharamkan perang.

Dzul-hijjah. Sudah bisa dipahami dari katanya bahwa bulan ini adalah bulan orang berhaji ke Makkah. Dan memang sejak sebelum Islam datang bangsa Arab sudah punya kebiasaan pergi haji dan melakukan tawaf di Ka'bah. "Wallahualam," kata  Ahmad Zarkasih menutup majelisnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement