Rabu 24 Jun 2020 07:11 WIB

Ada Sanksi Bagi Penyelenggara Pilkada Tak Gunakan APD

Tata cara pelaksanaan Pilkada yang dibuat KPU disesuaikan dengan protokol kesehatan

Rep: Mimi Kartika/ Red: Hiru Muhammad
Ketua Tim Pemantau Pilkada 2020 Komnas HAM sekaligus Komisioner Mediasi Hairansyah (tengah) bersama Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM Amiruddin (kanan) dan Anggota Tim Pemantau Pilkada 2020 Teny menyampaikan konferensi pers tentang Keselamatan Pemilih dan Penyelenggara Pilkada di Era Pandemi: Dari Perspektif HAM di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (22/6/2020). Komnas HAM meminta KPU untuk merumuskan berbagai skenario atau alternatif dalam penyelenggaraan Pilkada serentak berdasarkan protokol kesehatan yang telah ditetapkan di tengah kondisi pandemi COVID-19 ini.
Foto: ANTARA/SIGID KURNIAWAN
Ketua Tim Pemantau Pilkada 2020 Komnas HAM sekaligus Komisioner Mediasi Hairansyah (tengah) bersama Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM Amiruddin (kanan) dan Anggota Tim Pemantau Pilkada 2020 Teny menyampaikan konferensi pers tentang Keselamatan Pemilih dan Penyelenggara Pilkada di Era Pandemi: Dari Perspektif HAM di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (22/6/2020). Komnas HAM meminta KPU untuk merumuskan berbagai skenario atau alternatif dalam penyelenggaraan Pilkada serentak berdasarkan protokol kesehatan yang telah ditetapkan di tengah kondisi pandemi COVID-19 ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Arief Budiman mengatakan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) akan memberikan sanksi secara bertahap bagi penyelenggara pemilu yang tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) selama menjalankan tahapan Pilkada. Mulai dari sanksi peringatan, sanksi administratif, hingga sanksi pidana.

"Pak Abhan (Ketua Bawaslu RI) beserta timnya sudah memberi warning kepada KPU kalau tidak menggunakan APD, karena sudah diatur  KPU, itu diberi sanksi bertahap," ujar Arief saat menghadiri peluncuran Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada 2020, Selasa (23/6).

KPU menyusun tata cara pelaksanaan setiap tahapan pilkada dengan menyesuaikan protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19. Hal itu tertuang dalam surat edaran Ketua KPU RI, sambil menunggu rancangan Peraturan KPU (PKPU) tentang pilkada dalam kondisi bencana nonalam Covid-19 diundangkan.

Tak hanya penyelenggara, KPU juga mengatur agar pemilih, peserta pilkada, dan setiap pihak yang terlibat dalam Pilkada 2020 mematuhi protokol kesehatan. Berdasarkan aturan itulah, Bawaslu kemudian menggunakan protokol kesehatan sebagai objek pengawasan dalam pilkada di tengah pandemi Covid-19. "Saya itu khawatir kalau teman-teman tidak memakai APD sanksinya pidana ini saya pikir kita perlu hati-hati," kata Arief.

Sementara itu, Anggota Bawaslu RI, Fritz Edward Siregar menjelaskan, pihaknya akan mengawasi setiap penerapan protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19 dalam setiap pelaksanaan tahapan pilkada. Hal ini dituangkan dalam rancangan Peraturan Bawaslu tentang Penyelenggaraan Pengawasan, Penanganan Laporan Pelanggaran, dan Penyelesaian Sengketa Pilkada Lanjutan dalam Kondisi Bencana Nonalam Covid-19.

Rancangan Peraturan Bawaslu tersebut mengatur, apabila jajaran KPU hingga penyelenggara pemilu ad hoc di kecamatan dan desa/kelurahan tidak menerapkan protokol kesehatan, Bawaslu memberikan saran perbaikan sesuai dengan tingkatannya. Hal ini mengacu pada PKPU pilkada dalam masa pandemi.

Bawaslu juga akan mengawasi pihak lain di luar penyelenggara pilkada. Jika pasangan calon, tim kampanye, petugas penghubung dan/atau para pihak yang terlibat dalam kegiatan tahapan pemilihan, tidak menerapkan protokol kesehatan, Bawaslu segera berkoordinasi dengan jajaran KPU untuk melarang yang bersangkutan mengikuti kegiatan tahapan pilkada.

Menurut Fritz, apabila saran perbaikan itu tidak diikuti jajaran penyelenggara pilkada, Bawaslu akan menelusuri dugaan pelanggaran etika atau pelanggaran administratif. Apabila tindakan tersebut memenuhi unsur pelanggaran pilkada, maka Bawaslu akan menindak sesuai aturan undang-undang tentang pilkada dan peraturan turunannya.

Sementara, jika tidak termasuk pelanggaran pilkada, tetapi ditemukan dugaan pelanggaran di luar pelaksanaan pilkada, Bawaslu akan menyerahkan ke pihak lain yang lebih berwenang. Misalnya, ujaran kebencian dalam media sosial, bisa saja tidak termasuk dalam pelanggaran pilkada, tetapi diduga melanggar ketentuan undang-undang tentang teknologi informasi dan elektronik.

Maka, pihak kepolisian dapat menindaklanjuti dugaan pelanggaran tersebut. "Jadi bukan Bawaslu yang menindak, kita akan serahkan ke lembaga lain. Ada unsur kemungkinan untuk dipidana itu mungkin saja," kata Fritz.

Diketahui, tahapan pilkada serentak tahun 2020 ditunda sejak Maret lalu karena pandemi Covid-19. Sehingga pemungutan suara di 270 daerah akan digelar pada 9 Desember, bergeser dari jadwal semula 23 September. Tahapan pemilihan lanjutan mulai dilaksanakan pada 15 Juni 2020.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement