Selasa 23 Jun 2020 23:51 WIB

Landasan Intelijen yang Dicontohkan Rasulullah 14 Abad Lalu

Rasulullah SAW memberikan contoh pelaksanaan intelijen untuk militer.

Rasulullah SAW memberikan contoh pelaksanaan intelijen untuk militer. Ilustrasi Intelijen.
Foto: Wahyu Putro A
Rasulullah SAW memberikan contoh pelaksanaan intelijen untuk militer. Ilustrasi Intelijen.

REPUBLIKA.CO.ID,  Ketika Rasulullah SAW berhasil mendirikan institusi Islam (Daulah Islamiyah) yang pertama di Madinah, beliau telah memperkuat militernya yang dilengkapi dengan satuan tajassus/mata-mata atau semacam badan intelijen.

Di dalam sirah Ibnu Hisyam diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW mengutus Abdullah ibn Jahsy beserta kelompok yang terdiri dari delapan orang dari kalangan Muhajirin. 

Baca Juga

Beliau menulis surat untuknya dan memerintahkannya untuk tidak membaca isinya hingga berjalan selama dua hari. Dia diperintahkan untuk melakukan apa yang ada di dalamnya, sedangkan yang lainnya tidak boleh dipaksa untuk melakukannya. 

Dia pun menuruti apa yang diperintahkan Nabi SAW itu. Setelah menempuh perjalanan selama dua hari, surat Rasul tersebut dibuka. Di sana tertulis, ''Bila engkau membaca suratku ini, maka teruslah berjalan hingga mencapai suatu tempat antara Makkah dan Thaif. Di sana amatilah gerak-gerik kaum Quraisy dan carilah berita tentang mereka untukku.'' Dalam surat tersebut Rasulullah SAW memerintahkan kepada Abdullah ibn Jahsy untuk melakukan kegiatan tajassus 'mata-mata' terhadap kaum Quraisy serta memberinya informasi tentang kaum Quraisy. Namun, beliau memberi pilihan kepada sahabat-sahabat lainnya untuk menyertainya atau tidak. 

Hal ini menunjukan bahwa Rasulullah SAW meminta kepada semua sahabat untuk melakukan mata-mata, tetapi bagi Abdullah ibn Jahsy adalah wajib, sedangkan bagi sahabat lainnya boleh memilih. 

Akan tetapi, aktivitas mata-mata ini ditujukan kepada musuh, kepada negara musuh, bukan ditujukan kepada warganya atau rakyatnya sendiri. Rakyat justru dilindungi dan mendapatkan pengayoman, mendapatkan jaminan keamanan dari penguasa. Bukan sebaliknya, mereka malah dituduh macam-macam berdasarkan prasangka. 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِي

Allah SWT berfirman, ''Hai orang-orang yang beriman, jauhilah dari kebanyakan prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa, dan janganlah melakukan aktivitas tajassus [mengamat-amati/mencari-cari berita kesalahan orang lain] dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentulah kalian merasa jijik. Bertakwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha-Penerima taubat lagi Maha-Penyayang.'' (QS Al-Hujurat: 12)

 

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement