Rabu 24 Jun 2020 03:40 WIB

Kecewa PPDB, Puluhan Orang Tua Datangi Disdik Jabar

Tidak semua masyarakat mengerti IT, sementara PPDB dilakukan harus online.

Rep: arie lukihardianti/ Red: Hiru Muhammad
Wakil Gubernur Jabar, Uu Ruzhanul Ulum memantau Pelakasanaan PPDB di SMAN 8 Kota Bandung Jalan Slontongan, Senin (17/6).
Foto: Republika/Arie Lukihardianti
Wakil Gubernur Jabar, Uu Ruzhanul Ulum memantau Pelakasanaan PPDB di SMAN 8 Kota Bandung Jalan Slontongan, Senin (17/6).

REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG--Puluhan orangtua siswa mendatangi Kantor Dinas Pendidikan (Disdik) Jabar, Jalan Rajiman, Kota Bandung, Selasa (23/6). Mereka, kecewa dengan sistem PPDB daring tahun ini. 

Para orang tua juga, meminta Disdik Jabar untuk bertanggung jawab terkait permaslaahan PPDB yang banyak merugikan masyarakat. Salah satunya, tidak semua masyarakat mengerti IT, sementara PPDB dilakukan harus online. Selain itu, pengumuman PPDB pun tidak transparan. 

Menurut Ketua Forum Masyarakat Peduli Pendidikan (FMPP), Illa Setiawati, selain itu, titik koordinat juga menjadi masalah. Banyak orangtua yang mengeluh karena titik koordinatnya salah serta tidak sesuai dengan kenyataan tempat tinggalnya."Pengumuman PPDB pun tida transparan. Ini banyak dikeluhkan orangtua. Karena mereka juga tidak tahu mengapa anaknya tergeser, kan itu tidak dibuka, enggak dijelaskan," ujar Illa.

Jadi, kata dia, dengan sistem itu ketika siswa tidak diterima namanya langsung hilang. "Tidak ada rekapitulaisnya pula," katanya.

Menurutnya, sosialisasi PPDB pun menjadi masalah, buktinya masih banyak orangtua yang belum pahan teknis PPDB. “Mungkin edukasi juga kurang ya. Sosialisasi ke sekolah asal juga mungkin sangat buruk sekali. Karena pada saat pengesahan juknis waktunya mepet sehari sebelum pendaftaran," katanya.

Jadi, kata dia, sosialisasi kurang sekali. Serta, masih banyak yang harus diperbaiki dalam proses PPDB ini.

Menurut Anggota FMPP, Sudiarto, dinas salalu merekomendasikan siswa yang tidak diterima di negeri untuk diterima di sekolah swasta. Tapi pelayanan di sekolah swasta selalu dihadapkan dengan biaya.

"Saat daftar saja harus membayar sejumlah uang. Belum kalau di SMK harus bayar praktik dan ini itu. Bohong kalau siswa miskin di swasta  gratis, tetap saja bayar. Jadi selama ini dinas hanya omdo," kata Sudiarto.

Menurut Sekretaris I Panitia PPDB Dinas Pendidikan Jabar, Dian Peniasiani, dalam Permendikbud dijelaskan bahwa PPBD itu tanggungjawab sekolah melalui musyawarah dewan guru. Selain itu, dalam konsep merdeka belajar juga sekolah harus berkreasi dna berinovasi. Belajar berinovasi itu dimuali dari PPDB. dengan demikian, PPDB iru sepenuhnya tanggung jawab sekolah.

"Kita, disdik hanya sebagai koordinator saja, karena dapat dibayangkan jika semua sekolah memiliki aturan masing-masing. Maka disdik hadir di situ," kata Dian.

Terkait transparansi, kata Dian, rekapitulasi siswa memang tidak dimunculkan saat siswa selama proses pendaftaran. Sebab, ada hitung-hitungan kalibrasi nilai UN bagi siswa jalur prestasi nilai rapor. Namun, saat pengumuman orangtua siswa bisa melihat nilainya. “InsyaAllah kita selalu transparan,” katanya.

Menurutnya, transparansi hal yang harus dilakukan dalam proses PPDB dan sudah ada di junkisnya. Sekiranya dalam proses PPDB ada kecurangan dan ada penyimpangan misalnya dalam pengisian berkas, maka sanksinya sudah jelas ada di juknis. Seperti, sebelm mengisi berkas, ada surat pernyataan tanggungjawab mutlak yang harus ditandatangan orangtua.

“Dalam surat keterangan mutlak tersebut, orangtua bersedia dikenakan sanksi jika menyalahgunakan data atau berkas. Contohnya jika ada penyalahgunaan dalam kartukeluarga maka system akan menolak, karena system kita sudah terintegrasi,” kata Dian. 

Dian mengaku, permasalahan PPDB SMA/SMK/SLB Jabar sangat kompleks. Tahun ini, PPDB dilaksanakan secara daring karena di masa pandemi Covid-19. Dengan begitu sosiasisasi yang dilaksanak pun tidak bisa dengan tatap muka tapi melalui video conferensi. 

“Dalam tatap muka saja sosiasliasi itu terkadang ada ya miss, apalagi dilakukan secara virtual. Makanya kami juga melakukan sosialisasi dengan media massa dan media sosial,” katanya. 

Begitu juga, kata dia, dalam jaringan dan infrastruktur, memang ada warga yang tidak bisa mengakses internet. Tapi pihaknya sudah mengantisipasi dengan berkoordinasi dengan sekolah. Sekolah yang dituju bisa membantu dengan memberikan failitas masyarakat yang akan mendaftar.

Menurutnya, wajar jika banyak orangtua yang kecewa tidak masuk sekolah negeri. Karena, lulusan SMP sederajat di Jabar ada sekitar 700.000 siswa. Sementara daya tampung SMA/SMK negeri ini hanya 149.977 siswa. “Jadi kapasitasnya terbatas. Makanya ada selesksi. Sekolah negeri dan swasta itu perbandingannya sangat jauh,” kata Dian. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement