Selasa 23 Jun 2020 17:23 WIB

Investasi China di India Tetap Berjaya di Tengah Ketegangan

Ekonomi India sangat tergantung pada impor China.

Red: Nur Aini
Presiden China Xi Jinping (kanan) dan Perdana Menteri India Narendra Modi (kiri) berfoto dalam KTT BRICS (Brazil, Russia, India, China, dan Africa Selatan) di Xiamen, China pada 4 September 2017. ( Xinhua News Agency/pool - Anadolu Agency )
Foto: Anadolu Agency
Presiden China Xi Jinping (kanan) dan Perdana Menteri India Narendra Modi (kiri) berfoto dalam KTT BRICS (Brazil, Russia, India, China, dan Africa Selatan) di Xiamen, China pada 4 September 2017. ( Xinhua News Agency/pool - Anadolu Agency )

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Di tengah desakan untuk memboikot barang-barang buatan China dan memutuskan hubungan dagang setelah pembunuhan 20 tentaranya dalam bentrokan perbatasan, para ahli di India memperingatkan bahwa hal itu akan menimbulkan lebih banyak kerusakan pada negara itu sendiri.

Menurut data Kementerian Perdagangan India, dari perdagangan tahunan senilai 92 dolar AS miliar, ekspor India hanya mencapai 18 miliar dolar AS. Sejumlah video yang menunjukkan warga India merusak dan membakar barang-barang buatan China seperti televisi beredar luas di media sosial. Menteri Negara untuk Keadilan dan Pemberdayaan Sosial Ramdas Athawale bahkan menuntut pemberlakuan larangan restoran yang menjual makanan China.

Baca Juga

Tetapi pemeriksaan fakta menunjukkan bahwa ekonomi India sangat tergantung pada impor China senilai 74 miliar dolar AS per tahun mulai dari antibiotik, semikonduktor, hingga peralatan untuk pembangkit listrik. Data tersebut menunjukkan bahwa India mungkin mati-matian menentang Belt and Road Initiative (BRI) karena alasan-alasan strategis, tetapi secara virtual telah bergabung dengan arus aktivitas China.

Pada 2014, ketika Perdana Menteri Narendra Modi mengambil alih pemerintahan, modal China yang masuk ke India mencapai 1,6 miliar dolar AS, yang tumbuh menjadi 8 miliar dolar AS hanya dalam tiga tahun.

Ananth Krishnan, seorang peneliti di Brookings India, mengatakan sebagian besar investasi dicatat dalam ruang infrastruktur yang melibatkan pemain-pemain besar China di sektor ini, yang sebagian besar adalah perusahaan milik negara. Mantan Menteri Keuangan India P. Chidambaram memperingatkan bahwa dengan sekadar memboikot produk-produk China tidak akan merugikan perekonomian negara tetangga tersebut.

Menanggapi pertanyaan tentang masalah ini, dia mengatakan perdagangan China dengan India hanya sebagian kecil dari perdagangan dunianya.

"Kita harus menjadi mandiri sebisa mungkin tetapi kita tidak bisa memisahkan diri dengan dunia. India harus terus menjadi bagian dari rantai pasokan global dan tidak memboikot barang-barang China," ujar Chidambaram.

Demonetisasi menguntungkan perusahaan China

Modal China telah mengalir di pasar India dalam skala besar selama beberapa tahun terakhir melalui investasi usaha dalam perusahaan rintisan dan penetrasi dalam ekosistem online dengan ponsel pintar dan aplikasi populer mereka. Menurut sebuah studi yang dilakukan oleh Gateway House, sebuah lembaga peneliti kebijakan luar negeri, investor teknologi China telah memperkirakan investasi senilai sekitar 4 miliar dolar AS pada perusahaan baru di India.

“Demikianlah keberhasilan mereka sehingga selama lima tahun yang berakhir Maret 2020, 18 dari 30 perusahaan unicorn India sekarang didanai oleh China. TikTok, aplikasi video, memiliki 200 juta pelanggan dan telah melampaui YouTube di India. Ponsel pintar China seperti Oppo dan Xiaomi memimpin pasar India dengan pangsa sekitar 72 persen, jauh di atas Samsung dan Apple,” kata studi tersebut.

Setahun yang lalu, perusahaan China telah mengambil alih 40 persen saham di Paytm, sebuah platform pembayaran digital.

"Paytm diuntungkan dari pengalaman fintech superior Alibaba, menjadikannya pemain dominan," kata studi bersama yang dilakukan oleh peneliti Amit Bhandari, Blaise Fernandes dan Aashna Agarwal untuk Gateway House.

Meskipun jejak ekonomi China di India tampaknya masih bisa diabaikan dibandingkan dengan negara-negara Asia Selatan lainnya seperti Pakistan, Sri Lanka, Myanmar, dan Bangladesh, penelitian ini menemukan bahwa 18 dari 30 unicorn India memiliki investor dari China.

China menenun kalung berlian di seluruh penjuru India

Studi bersama Gateway House mengatakan bahwa China sedang menenun kalung berlian di seluruh India yang sangat menarik dan berbahaya sehingga membuat strategi Untaian Mutiara China (String-of- Pearls) terlihat kurang mengancam. Strategi Untaian Mutiara adalah teori geopolitik yang menggambarkan niat China membangun jaringan fasilitas militer dan komersial di Samudra Hindia untuk mengepung India.

"Dekade terakhir juga telah menyaksikan investasi besar dari perusahaan China ke India, lebih dari 5 miliar dolar AS di berbagai sektor, seperti barang-barang konsumsi, terutama elektronik, logistik, ritel, yaitu FDI normal, sebagian besar," kata para peneliti.

Pada 2024, pengguna ponsel pintar India diperkirakan akan berlipat ganda menjadi 1,25 miliar. Pabrikan China di India sudah memiliki 66 persen pangsa pasar ponsel pintar.

Laporan Keadaan Seluler yang disusun oleh pengembang perangkat lunak App The Annie mengungkapkan bahwa unduhan di app store India meningkat 165 persen pada 2016-2018, dan 50 persen dari unduhan teratas adalah aplikasi yang mendapatkan investasi dari China, seperti UC Browser, SHAREit, TikTok, dan Vigo Video, dan lain-lain.

Investasi China dalam baja dan listrik 

Menurut Brookings India, dua perusahaan baja terbesar China juga telah mendirikan pabrik di India. Perusahaan pertama adalah Grup Xinxing, yang mendirikan proyek dua fase dalam usaha patungan dengan tiga mitra India dan menginvestasikan 1,25 miliar dolar AS di negara bagian selatan Karnataka.

Fase pertama untuk fasilitas palletisasi bijih besi berkapasitas 800.000 ton diluncurkan pada 2011, sedangkan fase kedua untuk baja berkapasitas tiga juta ton sedang dikerjakan. Grup Xinxing awalnya adalah perusahaan yang didirikan dan dijalankan oleh Departemen Logistik Tentara Pembebasan Rakyat. 

Selanjutnya, diperkirakan tiga dari empat pembangkit listrik di India menggunakan peralatan China. 

“Bagi salah satu perusahaan listrik terbesar di China, Shanghai Electric, India adalah pasar luar negeri terbesar dan salah satu kesepakatan terbesarnya adalah penjualan 36 unit pembangkit listrik tenaga batubara ke Reliance Power,” kata Krishnan. 

Menurut perusahaan itu, mereka memiliki 12 proyek pembangkit listrik di India yang mampu memasok 20.000 MW, lebih banyak daripada di negara lain.  Sebuah cek fakta yang diterbitkan oleh salah satu surat kabar terkemuka India, Indian Express, mengungkapkan bahwa jika dua negara tetangga berhenti berdagang, China hanya akan kehilangan 3 persen dari ekspornya dan kurang dari 1 persen impornya. 

Sementara India akan kehilangan 5 persen dari ekspornya dan 14 persen dari impornya. 

"Secara keseluruhan, jauh lebih mudah bagi China untuk menggantikan India daripada India menggantikan China," kata surat kabar itu. 

India sedang mempertimbangkan Kemitraan Trans-Pasifik (TPP) yang dipimpin AS untuk menyeimbangkan perdagangan China di wilayah tersebut. Namun, keputusan Presiden AS Donald Trump untuk menarik diri dari TPP pada 2016 membuat India kebingungan. 

Berita ini diterbitkan di: https://www.aa.com.tr/id/dunia/investasi-china-di-india-tetap-berjaya-di-tengah-ketegangan/1886674

sumber : Anadolu Agency
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement