Senin 22 Jun 2020 14:14 WIB

Bappenas: Daya Beli Masyarakat Hilang Capai Rp 362 T

Hilangnya jam kerja mendorong penurunan drastias daya beli masyarakat.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan pandemi Covid-19 telah menghilangkan daya beli masyarakat hingga Rp 362 triliun.
Foto: Republika/Wihdan
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan pandemi Covid-19 telah menghilangkan daya beli masyarakat hingga Rp 362 triliun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengungkap potensi daya beli masyarakat yang hilang akibat pandemi Covid-19. Selama periode 30 Maret hingga 6 Juni diperkirakan daya beli yang hilang adalah sebesar Rp 362 triliun.

Suharso mengatakan hal itu dipicu oleh hilangnya jam kerja selama 10 minggu pada sektor-sektor yang menjadi penggerak perekonomian mulai dari industri manufaktur, pariwisata, hingga investasi. “Pandemi ini mengakibatkan dari 30 Maret sampai 6 Juni 2020 atau sekitar 10 minggu hilangnya jam kerja yang luar biasa. Ini menghilangkan daya beli sekitar Rp 362 triliun,” katanya dalam Raker bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin (22/6).

Baca Juga

Suharso menuturkan hilangnya jam kerja menyebabkan pendapatan masyarakat berkurang. Sehingga daya beli pun tertekan dan UMKM tidak mendapat pemasukan.

Tak hanya itu ia mengatakan utilitas industri manufaktur yang turun hingga 30 persen selama 10 minggu mewabahnya Covid-19 juga menyebabkan banyak pekerja dirumahkan. “Ini yang menjelaskan kenapa tidak ada pembeli sehingga UMKM mendapatkan penghasilan yang turun drastis dan menyebabkan utilitas manufaktur turun sampai 30 persen,” katanya.

Suharso menyatakan langkah pemerintah dalam menyiapkan anggaran sebesar Rp 203,9 triliun untuk social safety net merupakan upaya agar daya beli masyarakat tetap terjaga.

Di sisi lain, ia tak menyangkal bahwa dalam menyalurkan bantuan sosial ke daerah masih banyak terjadi ketidakcocokan data. Bahkan hanya 30 persen sampai 40 persen yang tepat sasaran.

“Bersama Menteri Sosial dan Kepala Daerah, kami mendiskusikan bahwa memang ada data yang missing. Ibu Menkeu juga mengatakan dari hasil survei hanya 30 persen sampai 40 persen yang tepat sasaran,” jelasnya.

Oleh sebab itu pemerintah akan fokus untuk melakukan reformasi baik sistem kesehatan nasional, perlindungan sosial, ketahanan bencana, maupun pemulihan ekonomi. “Maka tema, fokus, dan strategi prioritas nasional 2021 itu adalah mempercepat pemulihan ekonomi dan reformasi sosial,” ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement