Senin 22 Jun 2020 04:37 WIB

Zapin dan Jenderal Intelijen Menyalip di Tikungan Akhir

Patut diduga Budi Gunawan dan Andika Perkasa, sudah deal nama waka BIN.

Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal (Purn) Budi Gunawan memberi selamat kepada Wakil Kepala BIN Letjen (Purn) Teddy Lhaksmana.
Foto: Dok BIN
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal (Purn) Budi Gunawan memberi selamat kepada Wakil Kepala BIN Letjen (Purn) Teddy Lhaksmana.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Selamat Ginting/Wartawan Senior Republika

Lagu 'Laksmana Raja di Laut' kembali populer. Kali ini dinyanyikan juara 'Indonesian Idol' 2020, Lyodra Ginting. Remaja putri asal Kota Medan, Sumatra Utara. Ia tampil dengan teknik tinggi. Mampu 'menghipnosis' juri di ajang pencarian bakat penyanyi di Tanah Air. Tidak kalah dengan penyanyi yang memomulerkan lagu zapin Melayu tersebut, Iyeth Bustami asal Riau.

Berikut cuplikan reff (pengulangan) lagu tersebut:

Laksmana raja di laut

Bersemayam di Bukit Batu

Ahai hati siapa

Ahai tak terpaut

Mendengar lagu zapin Melayu

Kali ini penulis bukan membahas Lyodra Ginting asal Medan. Juga tidak membahas Iyeth Bustami dari Riau. Penulis lebih tertarik membahas Laksmana dari Tanah Melayu. Namun bukan dari Medan dan Bengkalis, Riau. Melainkan dari Jambi. Dia bukan raja di laut. Juga tidak bersemayam di Bukit Batu.

Dia bersemayam di Pejaten. Banyak hati yang terhipnosis (terpaut). Dia bukan dari ajang pencarian bakat penyanyi. Melainkan ajang pencarian tokoh intelijen mumpuni. Dialah, Letnan Jenderal (Purnawirawan) Teddy Lhaksmana Widya Kusuma.

Lahir di Jambi, 15 Februari 1959. Usia Teddy Lhaksmana sudah 61 tahun lebih empat bulan. Sejak lahir sudah menjadi 'Lhaksmana', tanpa melalui Kolonel. Jabatannya Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Bersemayam (bermarkas) di Pejaten Timur, Jakarta Selatan.

Terpaut

Teddy, demikian panggilan akrabnya. Ia membuat semua terpaut. Mengapa? Seharusnya dia sudah berhenti menjadi orang nomor dua di lembaga negara telik sandi tersebut pada 15 Februari 2019. Karena pada saat itu, ia genap berusia 60 tahun.

Mari kita mundur dulu pada 28 Februari 2017. Siang itu secara mengejutkan, mantan Panglima Kodam Jayakarta (Pangdam Jaya) tersebut diangkat menjadi wakil kepala (waka) BIN. Hampir bersamaan waktunya, ia terlebih dahulu memperoleh kenaikan pangkat. Dari semula Mayor Jenderal (Mayjen) menjadi Letnan Jenderal (Letjen). Hanya satu hari jelang turun surat keputusan pensiun dari dinas militer per 1 Maret 2017.

Ia pensiun dari dinas miliiter begitu menjadi orang nomor dua di BIN. Otomatis alih status menjadi aparat sipil negara (ASN). Alih status TNI/Polri ke jabatan sipil, diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) ASN. Melalui alih status itu, batas usia pensiunnya bisa diperpanjang menjadi 60 tahun.

Nah, Teddy sudah lebih dari 60 tahun. Kita bukan bahas irama zapin Melayu ya. Kalau gunakan bahasa Melayu, kasus Teddy ini, mencerminkan 'buruknya' administrasi negara. Mengapa bisa lebih dari satu tahun empat bulan, belum ada pengganti Teddy sebagai waka BIN? Kalau bahasa halusnya administrasi negara 'lemah'. Silakan hendak gunakan bahasa yang tegas atau halus.

Tentu Teddy tidak salah. Juga tidak perlu dipersalahkan.

Tidak populer

Ayo baca kembali judul artikelnya: Jenderal Intelijen Menyalip di Tikungan. Ya, bukan cuma Teddy, jenderal intelijen yang menyalip di tikungan jelang pensiun. Memang penentuan siapa yang hendak menduduki posisi waka BIN, misterius. Baru bisa dibaca di ujung karier.

Teddy yang satu tahun empat bulan lagi pensiun, misalnya, tiba-tiba ditunjuk menjadi Pangdam Jayakarta. Abituren Akademi Militer (Akmil) 1983 itu menggantikan juniornya, Mayjen Agus Sutomo, Akmil 1984. Keduanya Korps Infanteri dan komando pula. Agus Sutomo promosi sebagai komandan Kodiklatad untuk pangkat Letjen TNI.

Padahal saat itu banyak nama jenderal populer diperkirakan akan menjadi pangdam ibu kota negara. Sementara Teddy kurang 'dianggap'. Orang asli intelijen tersebut seperti orang 'terbuang'. Hanya sebagai staf khusus Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) pada 2015 dan staf ahli Bidang Pertahanan Keamanan BIN. Jabatan bergengsi sebelumnya, yaitu kepala staf kodam (kasdam) Jaya (2013-2014).

Di ujung karier, jenderal intelijen ini betul-betul menyalip di tikungan. Menjadi waka BIN dan menjadi Letjen TNI aktif, walau hanya beberapa jam saja. Setelah itu pensiun dari militer.

Ahai hati siapa

Ahai tak terpaut

Yang jelas Kepala BIN Jenderal Polisi (Purnawirawan) Budi Gunawan, hatinya terpaut dengan kemampuan Lhaksmana yang jenderal bintang tiga itu.

Perwira komando

Pola yang sama, terjadi sebelumnya. Teddy menggantikan Letjen TNI (Purnawirawan) Torry Djohar Banguntoro. Torry naik pangkat Letjen TNI di ujung kariernya. Hanya tiga hari jelang usianya ke 58 tahun. Ia naik pangkat bintang tiga pada 11 September 2015.

Torry abituren Akmil 1982 dari Korps Infanteri. Juga perwira komando. Satu tahun lima bulan jelang pensiun pun, ia baru jadi pangdam Udayana. Sebelum menjadi pangdam Udayana, dia 'parkir' sebagai tenaga ahli pengkaji bidang strategi Lemhannas (2014). Sempat pula menjadi kasdam Pattimura. Bintang satunya sebagai kepala BIN Daerah Jawa Barat (Kabinda Jabar).

Torry tercatat sebagai waka BIN BIN sejak 10 September 2015 hingga 28 Februari 2017. Berhenti tepat di usia 60 tahun. Torry menjadi waka BIN menggantikan seniornya, Mayjen TNI (Purnawirawan) Erfi Triasunu. Erfi abituren Akmil 1978 dari Korps Zeni. Perwira komando juga.

Erfi memang spesialis intelijen. Pernah menjadi kasdam Iskandar Muda (2010-2010), pangdam Cenderawasih (2010-2012). Kemudian 'parkir' sebagai staf khusus KSAD (2012-2013). Erfi pun ditarik menjadi deputi II bidang dalam negeri BIN (2013-2014).

Barulah, ia menjadi waka BIN (2014-2015). Namun dia 'tidak beruntung'. Pangkatnya belum sempat dinaikkan menjadi Letjen TNI. Pada saat itu, Kepala BIN Letjen TNI (Purnawirawan) Marciano Norman. Teman satu leting (kelas) dengan Erfi. Tapi, Marciano dari Korps Kavaleri.

Erfi menjadi waka BIN menggantikan Marsda TNI (Purnawirawan) Maroef Sjamsoeddin. Maroef merupakan adik dari mantan wakil menteri pertahanan Letjen TNI (Purnawirawan) Sjafrie Sjamsoeddin. Maroef abituren Akademi Angkatan Udara (AAU) 1980. Komando pula. Korps Pasukan Khas (Kopaskhas). Kini (akan menjadi) Korps Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat).

Ia pernah menjadi komandan Skadron 465 Paskhas, Atase Pertahanan (Athan) RI untuk Brasil, dan direktur kontra separatis Deputi III BIN. 'Parkir' dulu sebagai staf ahli hankam BIN. Baru kemudian menjadi waka BIN periode 2011-2014.

Maroef juga tidak beruntung, karena belum sempat dinaikkan pangkat menjadi Marsekal Madya (Marsdya) TNI. Padahal Maroef menduduki posisi waka BIN masih sebagai bintang dua AU aktif. Dia tidak mengalami alih status menjadi ASN, seperti Erfi, Torry, dan Teddy. Bisa dilihat dari rekam jejak Teddy, Torry, Erfi, dan Maroef. Mereka berasal dari perwira komando, baik Kopassus maupun Korpaskhas (Kopasgat).

Pertemuan rahasia

Lalu siapa calon pengganti Teddy sebagai waka BIN? Model promosi Torry dan Teddy, bisa jadi 'baku' di Angkatan Darat. Syaratnya, perwira komando dan 'harus' pernah menjadi pangdam. Tak peduli jadi pangdam di ujung karier. Sekalipun hanya beberapa bulan saja. Di ujung hari jelang pensiun, bisa naik pangkat Letjen TNI dan dilantik jadi waka BIN.

Menarik disimak pertemuan 'rahasia' antara Kepala BIN Jenderal (Purnawirawan) Budi Gunawan dengan KSAD Jenderal Andika Perkasa pada 6 Juni 2020. Pertemuan di kantor Menko Polhukam Mahfud MD. Hadir pula Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen Firli Bahuri.

Patut diduga saat berbicara empat mata, Budi Gunawan dan Andika Perkasa, sudah deal nama jenderal intelijen AD yang akan menjadi waka BIN. Siapa dia? Mari perhatikan daftar mutasi perwira tinggi AD dalam dua surat keputusan panglima TNI. SKEP Nomor 385 tanggal 9 April 2020 dan SKEP Nomor 503 tanggal 18 Juni 2020. Di situ, penulis menganalisis ada jejak jenderal intelijen yang berpotensi menyalip di tikungan putaran akhir.

Apakah tulisan ini cukup sampai di sini? Atau lanjut dendang zapin Melayu? Mau Melayu Medan (Deli), Riau, Jambi, atau Palembang?

Petunjuknya adalah perwira komando, spesialis intelijen, pernah dinas di BIN, jenderal senior, dan 'harus' pernah menjadi pangdam.

Jenderal senior berarti abituren Akmil 1987, 1986, bahkan 1985. Kalau 1984 nyaris sudah hampir pensiun semuanya. Tak mungkin lagi menjadi pangdam. Nah, siapa jenderal senior yang masih menjadi pangdam? Kemungkinan besar, dia yang akan menjadi waka BIN.

Pejabat waka BIN yang kemudian naik menjadi Kepala BIN memang tidak ada. Berbeda saat masih bernama Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin), misalnya. Salah satunya Letjen TNI Sudibyo, lulusan terbaik Akmil Bandung 1960 dari Korps Zeni. Dia asli orang intelijen sejak menjadi perwira di Yonzikon 13 Caduad/Kostrad.

Memang pernah menjadi komandan Peleton dan komandan Kompi. Namun setelah itu, kariernya terus di intelijen. Seperti asisten intelijen di kodam, asisten intelijen di Mabes TNI. Kemudian menjadi waka Bakin dan dipercaya menjadi kepala Bakin menggantikan Jenderal TNI (Purnawirawan) Yoga Sugama, alumni Akmil Jepang tahun 1945.

Mungkin lebih pas lagu daerah Palembang: Dek Sanke...

Dek sangke aku dek sangke

Cempedak babuah nangke

Dek sangke bahasa Melayu Palembang. Artinya tak disangka. Ya, orang yang akan menjadi waka BIN pasti tidak disangka-sangka. Seperti cempedak berbuah nangka. Kita tunggu tulisan lanjutannya ya.

Cahaya manis kilau gemilau

Digantung tabir indah menawan

Ku bernyanyi lagu zapin Riau

Moga hadirin aduhai sayang jadi terkesan..

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement