Ahad 21 Jun 2020 12:07 WIB

Pemerintah Kembangkan Cold Storage Energi Surya

Cold storage menjadi salah satu yang paling potensial untuk memanfaat tenaga surya.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Fuji Pratiwi
Seorang operator Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Oelpuah, berjalan di samping sejumlah panel PLTS di desa Oelpuah, Kabupaten Kupang, NTT (ilustrasi).  Kementerian EESDM mengembangkan pemanfaatan PLTS untuk lemari pendingin di sektor perikanan.
Foto: Antara/Kornelis Kaha
Seorang operator Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Oelpuah, berjalan di samping sejumlah panel PLTS di desa Oelpuah, Kabupaten Kupang, NTT (ilustrasi). Kementerian EESDM mengembangkan pemanfaatan PLTS untuk lemari pendingin di sektor perikanan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengembangkan pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk lemari pendingin di sektor perikanan. Hal ini bertujuan untuk menunjang kegiatan perekonomian berbasis kemaritiman dengan melibatkan Kementerian terkait.

"Kami sedang pilot project dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendukung PLTS cold storage yang selama ini masih mengandalkan listrik dari PLN. Ada peluang penghematan dari pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT)," kata Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Harris, Ahad (21/6).

Baca Juga

Harris menjelaskan, Ditjen EBTKE sedang menyusun program pengembangan klaster ekonomi maritim dengan mengidentifikasi potensi pengembangan EBT hingga pembahasan bentuk usaha penyediaan tenaga listrik. Hal tersebut diharapkan dapat selesai pada Agustus 2020 nanti.

Khusus di sektor kelautan dan perikanan, cold storage menjadi salah satu yang paling potensial untuk digarap dengan memanfaatkan energi surya. Dari data yang ada, tercatat sebanyak enam perusahaan yang memiliki cold storage dengan total kapasitas 3.850 ton membutuhkan listrik sebesar 1.721 kVA.

Potensi lain yang bisa dikembangkan dalam skala mikro adalah PLTS Atap. Kondisi ini semakin dipermudah mekanisme pembangunan pembangkit tersebut oleh pemerintah. "Di Indonesia mekanismenya sangat sederhana. Hanya memasang meteran solar PV rooftop, ada meteran ekspor impor, selisih ekspor impor itulah yang dibayar oleh pelanggan," kata Harris menjelaskan.

Minat masyarakat pun terhadap PLTS Atap terus mengalami pertumbuhan. Hingga akhir Desember 2019, tercatat ada lebih dari 900 dari 1673 pelanggan pasang baru PLTS Atap sejak peraturan tersebut diterbitkan pada Desember 2018.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement