Sabtu 20 Jun 2020 16:54 WIB

Pandemi Covid-19 Buat Pendapatan Petani Sawit Menurun

Banyak petani swadaya tidak memiliki sarana untuk mengangkut TBS.

Petani mengangkat kelapa sawit ke dalam pick up untuk dibawa ke pengepul di Kampung Sidodadi, Kab. Siak, Riau, Kamis (10/11).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Petani mengangkat kelapa sawit ke dalam pick up untuk dibawa ke pengepul di Kampung Sidodadi, Kab. Siak, Riau, Kamis (10/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pandemi Covid-19 telah membuat pendapatan petani kecil kelapa sawit di Indonesia menurun drastis. Namun kehadiran kredit Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dinilai telah memberikan bantuan dengan penyediaan dana tambahan dan dukungan yang dibutuhkan kepada para petani sawit.

“Banyak petani swadaya tidak memiliki sarana untuk mengangkut TBS (tandan buah segar) mereka ke pabrik. Sehingga mereka ini bergantung pada ‘perantara’atau bisnis perantara untuk menyediakan layanan ini, tetapi pembatasan dalam kegiatan dan pergerakan karena Covid-19 telah berdampak pada mereka,” kata Penasihat Senior Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Fortasbi), Rukaiyah Rafik, dalam diskusi virtual di Jakarta, Sabtu (20/6).

Rukaiyah menambahkan, para petani bersertifikat RSPO ini memiliki lembaga dan jaringan yang kuat untuk mendukung dengan standar akuntabilitas. Dia menambahkan para petani ini juga memiliki beragam bisnis atau tanaman selama pandemi, yang selanjutnya mendukung mata pencaharian mereka.

“Inilah yang membuat mereka dapat survive di tengah krisis pandemi COVID-19 ini,” ujarnya

Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto, menjelaskan pada satu titik selama pandemi, harga TBS turun di bawah Rp 1.000 per kilogram (atau sekitar 0,07 dolar AS per kilogram) di tingkat petani swadaya. Sementara itu, harga TBS untuk petani yang bermitra dengan perusahaan penghasil kelapa sawit (petani plasma) tercatat antara Rp 1.200 per kg dan Rp 1.300 per kg.

“Harga di bawah Rp 1.100 sulit bagi petani yang memiliki lebih dari dua anak, dengan anak mereka mengejar pendidikan tinggi, atau mereka yang memiliki anggota keluarga lain yang bergantung pada mereka, seperti orang tua mereka,” katanya.

Darto juga mengatakan, keadaan petani terpuruk karena kenaikan harga pupuk yang terkadang langka. “Sejauh ini tidak ada protokol kesehatan untuk petani. Petani membutuhkan uang tunai sementara proses transaksi untuk TBS untuk petani yang menjual ke perusahaan biasanya diproses antara satu atau dua minggu setelah produk dikirim ke pabrik atau perkebunan,” katanya.

Perwakilan petani dari Asosiasi Petani Kelapa Sawit Independen, YB Zainanto Hari Widodo mengatakan, sejauh ini tidak ada bantuan langsung tunai (BLT) dari pemerintah yang difokuskan kepada petani kelapa sawit. Sebaliknya, sebagai petani bersertifikat RSPO, pihaknya mendapatkan bantuan makanan pokok dan pupuk untuk anggota kami.

“Bantuan untuk nonanggota dari petani bersertifikat RSPO termasuk pemberian peralatan kesehatan, dukungan untuk pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) dalam area asosiasi, membantu untuk mendirikan pusat pemantauan Covid-19 dan bantuan untuk orang-orang yang rentan secara ekonomi,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement