Sabtu 20 Jun 2020 16:26 WIB

Alih Status Hagia Sophia, Pertaruhan Akhir Presiden Erdogan?

Peralihan status Museum Hagia Sophia menuai kecaman dari sejumlah negara Eropa.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Nashih Nashrullah
Peralihan status Museum Hagia  Sophia menuai kecaman dari sejumlah negara Eropa. Hagia Sophia, Istanbul, Turki.
Foto: Wikimedia
Peralihan status Museum Hagia Sophia menuai kecaman dari sejumlah negara Eropa. Hagia Sophia, Istanbul, Turki.

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, sekarang menghadapi protes dari negara-negara Eropa mengenai konversi Museum Hagia Sophia menjadi masjid.

Padahal, Erdogan sedang menunggu keputusan dari Dewan Negara yang diagendakan keputusannya selesai pada 2 Juli.

Baca Juga

Dilansir dari laman Middle East Monitor (MEMO) Sabtu (20/6), Erdogan kemungkinan berpikir bahwa ini merupakan saat yang tepat untuk mengubah Hagia Sophia kembali menjadi masjid dan kemudian menyerukan pemilihan umum secara cepat. 

Wali Kota Istanbul Ekrem Imamoglu dari oposisi Partai Rakyat Republik, tidak mendukung langkah tersebut. Dia percaya, sekarang bukan saatnya membahas status Hagia Sophia. Hal ini karena pariwisata telah turun 97 persen karena pandemi dan ratusan ribu orang kehilangan pekerjaan.

Disebutkan, tujuan utama Islamis Turki, yang dipimpin Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) Erdogan yakni konversi Museum Hagia Sophia kembali menjadi masjid.  

Disampaikan MEMO, Hagia Sophia bukan situs suci bagi umat Islam sendiri, seperti masjid-masjid di Makkah, Madinah, dan Al-Aqsa. Hagia Sophia yang berusia 1.500 tahun lebih merupakan simbol politik.  

Diskusi mengenai status bangunan itu, telah berlangsung semenjak pendiri Turki modern, Mustafa Kemal Ataturk. Ia mengubahnya menjadi museum pada 1935. Sementara orang-orang Yunani, menganggap diri mereka sebagai pewaris budaya dari Kekaisaran Bizantium, dan sekularis Turki.  

Partai AKP menghadapi tantangan besar dari ekonomi yang stagnan. Kemudian diperburuk pandemi Covid-19, dengan ekspor ke Eropa dan pendapatan dari pariwisata keduanya menurun secara dramatis.  

Selain itu, mantan menteri keuangannya, Ali Babacan, dan mantan perdana menteri Ahmet Davutoglu telah membentuk partai politik mereka sendiri. Partai AKP dianggap panik, karena mereka kemungkinan akan mengambil suara dari beberapa pendukungnnya yang tidak puas.  

Analis politik berpendapat, masalah Hagia Sophia merupakan kesempatan terakhir Erdogan. Hal ini untuk menjaga basis pemilihnya tetap utuh di bawah tekanan gejolak ekonomi, dan politik. Itu dianggap sebagai permainan yang cerdas, dan tepat waktu.  

Hanya dua hari sebelum pemilihan pemerintah daerah pada Maret tahun lalu, Erdogan mengatakan,  Museum Hagia Sophia akan terbuka bagi umat Islam. Mereka dapat melakukan sholat dan bagi wisatawan untuk berkunjung. Lalu ia mundur dari hal ini, ketika kandidatnya untuk wali kota Istanbul, Binali Yildirim, kalah dalam pemilihan dengan sejumlah besar suara.  

Perdebatan tentang status Hagia Sophia telah memanas baru-baru ini. Tweet dari Direktur Komunikasi Erdogan, Fahrettin Altun, ini menjadi viral. Ia berbagi foto Hagia Sophia bersama dengan keterangan, "Kami melewatkannya! Tapi bersabarlah. Kami akan mewujudkannya bersama". 

The Greek Times kemudian melaporkan, karya agung arsitektur Bizantium abad ke-6 di Istanbul akan segera diubah kembali menjadi masjid. Koran-koran di Yunani juga bereaksi terhadap pernyataan dari 'Religious and Foundation Employees Union' Turki bahwa sholat Jumat pertama setelah pandemi akan dilakukan di Hagia Sophia.  

Sementara itu, Patriarki Armenia Turki, Sahak II, mendukung rencana pemerintah mengubah Hagia Sophia kembali menjadi masjid. Ia menyampaikan lewat Twitter, Hagia Sophia harus dibuka untuk beribadah. Ia juga menyarankan, ruang di sana juga harus dialokasikan untuk orang Kristen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement