Jumat 19 Jun 2020 19:55 WIB

Soal RUU HIP, Purnawirawan TNI-Polri Sepakat dengan Jokowi

Mereka berharap, pemerintah tidak menolerir setiap upaya destruksi terhadap keutuhan

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Agus Yulianto
Sekjen Forum Komunikasi Purnawirawan TNI/Polri Mayjen TNI (Purn) - Soekarno.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sekjen Forum Komunikasi Purnawirawan TNI/Polri Mayjen TNI (Purn) - Soekarno.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para purnawirawan TNI-Polri disebut secara prinsip setuju dengan pandangan Presiden Joko Widodo terkait Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Salah satunya ialah tentang penegasan berlakunya TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966.

"Pertama kalaupun undang-undang tentang kelembagaan pembinaan ideologi negara atau ideologi pancasila itu ada, maka Ketetapan MPRS Nomor 25 Tahun 1966 supaya ditegaskan bahwa itu berlaku," ungkap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, dalam keterangannya, Jumat (19/6).

Selain itu, kata Mahfud, para purnawirawan juga sepakat tentang Pancasila itu ialah yang yang ada dalam UUD 1945. Pancasila yang terdiri dari lima sila yang selama ini dipakai oleh bangsa Indonesia. Para purnawirawan juga berharap pemerintah terus menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Mereka juga berharap, pemerintah tidak menolerir setiap upaya destruksi terhadap keutuhan Pancasila dari paham-paham yang mengancam. "Mereka ingin Pancasila tidak tercabik-cabik oleh paham yang merusak Pancasila, seperti liberalisme, komunisme, dan radikalisme," kata Mahfud.

 

Pertemuan di Istana Bogor tersebut, selain Mahfud MD, hadir pula Panglima TNI Hadi Tjahjanto dan Kapolri Idham Azis. Dari kalangan purnawirawan hadir di antaranya, Try Sutrisno, Agum Gumelar, Widjojo Sujono, Ade Supandi, Djoko Suyanto, Rais Abin, Sayidiman Suryohadiprojo, Saiful Sulun, Bambang Darmono, Kiki Syahnakri, Bambang Hendarso Dahuri.

Sebelumnya, Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri melihat dinamika kehidupan ideologi, politik, ekonomi, dan sosial akhir-akhir ini berkembang sangat mengkhawatirkan. Kebebasan nyaris tanpa batas yang dibuka oleh liberalisme disebut menimbulkan turbulensi ideologis di kehidupan berbangsa dan bernegara.

"Kebebasan nyaris tanpa batas yang dibuka oleh liberalisme telah menimbulkan turbulensi ideologis yang luas dalam kehidupan sosial, politik dan ekonomi nasional," ujar Sekretaris Jenderal Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri, Mayor Jenderal TNI (Purn) Soekarno, pada konferensi pers di Balai Sarbini, Jakarta Selatan, Jumat (12/6).

Dia menyebutkan, kelompok liberal kapitalis telah berhasil meminggirkan "roh" Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara lewat empat kali amandemen UUD 1945. Pancasila tergantikan dengan individualisme-liberalisme-kapitalisme.

"Kapital besar yang mereka miliki pada kenyataannya mampu mengendalikan dinamika sosial, politik, dan ekonomi," ucap dia.

Menurutnya, kondisi tersebut saat ini, beberapa di antaranya, ditandai oleh maraknya kegaduhan di dalam masyarakat terkait isu TKA China ditengah maraknya PHK selama pandemi Covid-19. Ditandai pula merebaknya isu kebangkitan PKI yang dimanfaatkan oleh kelompok radikal, sisa-sisa PKI, serta kelompok separatis Papua untuk lebih memperkeruh situasi.

Untuk itu, para purnawirawan TNI-Polri mengajak segenap komponen bangsa, khususnya kelompok elit, untuk fokus pada upaya memerangi Covid 19. Menurut mereka, kepentingan bangsa dan negara harus ditempatkan di atas segalanya serta tidak memanfaatkan situasi saat ini untuk kepentingan politik maupun ekonomi.

"Kepada aparat yang berwenang agar mengambil tindakan hukum secara tegas terhadap mereka yang melanggar," kata Soekarno.

Pihaknya juga mendesak MPR RI, DPR RI, dan pemerintah, serta mengajak seluruh masyarakat untuk menegakkan tata kehidupan berdasarkan Pancasila secara murni dan konsekuen. Itu perlu dilakukan dalam kelidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

"Hal ini akan berhasil hanya melalui upaya konstitusional kaji ulang Perubahan UUD 1945," ujarnya.

Selain itu, Soekarno juga menyampaikan, saat ini kelompok radikal yang berpaham khilafahisme telah berhasil mempengaruhi berbagai lapisan masyarakat. Kelompok tersenut juga ia sebut telah membangun jaringan yang cukup luas.

"Dalam Muktamar Khilafah tahun 2013 di Gelora Bung Karno secara tegas menyatakan tidak setuju terhadap Pancasila, paham kebangsaan dan demokrasi," ungkap dia.

Karena itu, pihaknya juga mendesak pemerintah untuk membongkar tuntas, menghentikan, dan menindak berbagai bentuk kegiatan kelompok masyarakat yang menyebarkan paham kilafahisme tersebut. Menurut dia, kelompok tersebut saat ini telah memiliki basis di kampus-kampus perguruan tinggi negeri maupun swasta di seluruh Indonesia.

"Kami juga mendesak pemerintah untuk membersihkan birokrat dari anasir-anasir kelompok radikal," katanya.

Kelompok para purnawirawan TNI-Polri itu juga menilai pengangkatan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang belakangan ramai diperbincangkan sangat tendensius. Menurut mereka, seakan ada upaya menciptakan kekacauan dan menghidupkan kembali Partai Komunis Indonesia (PKI) dari pengangkatan RUU tersebut.

"Pengangkatan RUU HIP ini sangat tendensius karena terkait dengan upaya menciptakan kekacauan serta menghidupkan kembali PKI," ungkap Soekarno. Pihaknya melihat adanya upaya terus-menerus dari sisa-sisa PKI untuk bangkit dengan menyusup kepada partai-partai politik yang ada.

"Manuver politik mereka yang terkini adalah mengangkat RUU HIP dan menolak mencantumkan TAP MPRS XXV/1966 sebagai konsideran," katanya didampingi Jenderal (Purn) Try Sutrisno.

Melihat itu, pihaknya mendesak DPR RI untuk mencabut RUU HIP. Selain DPR RI, pemerintah juga mereka minta untuk menolak RUU HIP. Menurut Soekarno, diaturnya penjabaran Pancasila yang merupakan landasan bagi pembentukan Undang-Undang Dasar (UUD) dalam UU merupakan suatu kekeliruan yang sangat mendasar.

"Penjabaran Pancasila di bidang politik-pemerintahan, ekonomi, hukum, pendidikan, pertahanan, serta bidang lainnya telah diatur dalam UUD 1945. Keberadaan UU HIP justru akan menimbulkan tumpang-tindih serta kekacauan dalam sistem ketatanegaraan maupun pemerintahan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement