Kamis 18 Jun 2020 22:25 WIB

Pembelot Abaikan Ancaman Korut

Pembelot telah menyiapkan ratusan botol berisi beras untuk dikirim ke Korut.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Marinir Korea Selatan berpatroli di pantai Pulau Yeonpyeong yang berbatasan dengan Korea Utara di Laut Barat pada 17 Juni 2020, sehari setelah Korut meledakkan kantor penghubung antar-Korea yang dibangun di Seoul di kota perbatasan Korea Utara, Kaesong.
Foto: EPA-EFE / YONHAP
Marinir Korea Selatan berpatroli di pantai Pulau Yeonpyeong yang berbatasan dengan Korea Utara di Laut Barat pada 17 Juni 2020, sehari setelah Korut meledakkan kantor penghubung antar-Korea yang dibangun di Seoul di kota perbatasan Korea Utara, Kaesong.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Sebuah kelompok pembelot Korea Utara (Korut) menyiapkan ratusan botol plastik berisi beras yang direncanakan akan dikirim ke negara tersebut, Kamis (18/6). Mereka mengabaikan peringatan Korsel maupun Korut.

Kelompok tersebut berencana mengirim ratusan botol berisi beras, obat-obatan, dan masker medis ke Korut dengan melemparkannya ke laut dekat perbatasan pada akhir pekan.

Baca Juga

Kepala pembelot Korut bernama Park Jung-oh mengatakan, cara tersebut dinilai sebagai bentuk dukungan kepada pembelot yang masih tertahan di Korut. "Kami melakukan ini sebagai bantuan kemanusiaan di antara mereka yang memiliki nilai yang sama, jadi apa pun yang dikatakan Korut, kami akan terus membantu mereka yang berada dalam situasi sulit, orang tua dan para korban," kata pria berusia 61 tahun.

Park menjelaskan, kelompoknya berkumpul di sebuah taman kecil di Seoul untuk mengisi lusinan botol dua liter dengan masing-masing 1,5 kg beras, sehingga totalnya mencapai 700 kg. Dia mengirim barang ke Korut dua kali per bulan selama lima tahun terakhir dan aksi akhir pekam akan menandai yang ke-108 kalinya.

Upaya ini sangat berbahaya, sebab upaya pembelot menempatkan hubungan antar-Korea saat ini menjadi hancur. Korut meledakkan kantor penghubung bersama di sisi perbatasannya, dan mengakhiri dialog dengan Korsel. Korut juga mengancam aksi militer, akibat pembelot yang masih menyebarkan propaganda melewati batas.

Korut mengecam para pembelot sebagai sampah manusia dan menyatakan kegiatan mereka merupakan penghinaan terhadap martabat pemimpin tertinggi negara itu. Sedangkan dari Korsel, pemerintah mengumumkan akan melakukan tindakan hukum terhadap dua kelompok yang dipimpin oleh pembelot.

Korsel mengatakan, pengiriman bantuan dan propaganda lintas-perbatasan meningkatkan ketegangan dengan Korut. Kondisi ini menimbulkan risiko bagi Korsel, warga tinggal di perbatasan, dan menyebabkan kerusakan lingkungan.

Pihak berwenang Korsel sesekali bergerak untuk menghentikan operasi semacam itu. Salah satunya pada 2018, ketika serangkaian pertemuan puncak antara Presiden Kosel, Moon Jae-in, dan pemimpin Korut, Kim Jong Un. "Aku tidak tahu mengapa Kementerian Unifikasi mengolok-olok kita semua. Pemerintah (Korsel) , polisi Gangwha, polisi maritim, dan militer, semua tahu tentang kami," kata Park.

Beberapa kelompok yang dipimpin oleh pembelot secara teratur mengirim brosur melewati perbatasan, bersama dengan makanan, uang satu dolar AS, radio mini, dan stik USB yang berisi drama dan berita Korsel. Sebagian besar menggunakan balon atau botol di sungai.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement