Kamis 18 Jun 2020 19:24 WIB

Senang Nongkrong di Pinggir Jalan? Ternyata Ada Adabnya Lho!

Rasulullah mengingatkan para sahabat menghindari duduk di pinggir jalan.

Senang Nongkrong di Pinggir Jalan? Ternyata Ada Adabnya Lho!. Pejalan kaki (ilustrasi)
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Senang Nongkrong di Pinggir Jalan? Ternyata Ada Adabnya Lho!. Pejalan kaki (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ بِالطُّرُقَاتِ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا لَنَا مِنْ مَجَالِسِنَا بُدٌّ نَتَحَدَّثُ فِيهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا أَبَيْتُمْ إِلَّا الْمَجَالِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهُ» قَالُوا: وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ؟ قَالَ: غَضُّ الْبَصَرِ، وَكَفُّ الْأَذَى، وَرَدُّ السَّلَامِ، وَالْأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ، وَالنَّهْيُ عَنِ الْمُنْكَرِ (رواه البخاري و مسلم)

Baca Juga

Dari  Abu  Sa’id al-Khudri ra., Rasulullah SAW bersabda: “Hendaklah kalian menjauhi duduk-duduk di pinggir jalan. Para Sahabat berkata: “Kami tidak dapat meninggalkannya, karena merupakan tempat kami untuk bercakap-cakap”. Rasulullah SAW berkata: “Jika kalian enggan (meninggalkan bermajelis di jalan), maka berilah hak jalan”. Sahabat bertanya: “Apakah hak jalan itu?” Beliau menjawab: “Menundukkan pandangan, menghilangkan gangguan, menjawab salam, memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)  

Hadits  di atas diriwayatkan oleh Al-Bukhari, kitab al-Isti’dzan bab Bad’u as-Salam no. 6229 dan Muslim dalam kitab as-Salam bab Min Haqq al-Julus ‘Ala ath-Thariq Radd as-Salam no. 2161. Fenomena duduk di pinggir jalan memang menjadi suatu kebiasaan  manusia.

 

Seakan ada sensasi berbeda yang didapatkan manakala berkumpul bersama di pinggir jalan dibandingkan dalam ruangan. Realita di era modern, kita saksikan khususnya anak-anak muda senang menghabiskan waktunya untuk nongkrong di pinggir jalan, bahkan sebagian dibumbui kemaksiatan dengan  berbagai  modelnya, kadang lebih betah nongkrong berjam-jam ketimbang menyibukkan diri dengan beri’tikaf dan mengikuti majelis taklim di masjid.

Para sahabat pun tidak terlepas dari kebiasaan ini dan pastinya berbeda dengan kita sekarang. Pada awalnya Rasul mengingatkan para sahabat menghindari duduk di pinggir jalan sebagai bentuk kehati-hatian. Ketika mereka mengemukakan alasannya, Nabi pun tidak melarang, hanya saja memberikan rambu-rambu yang harus diperhatikan.

Menundukkan pandangan

Mata adalah organ tubuh yang berfungsi untuk melihat objek yang ada di sekitar kita. Semua yang direkam oleh mata biasanya secara spontan ditransfer ke hati dan akan membekas dalam ingatan.

Pikiran akan melanglang buana ke alam khayalan memikirkan apa yang dilihat oleh mata, manakala mata dibiarkan liar memandang kepada hal yang dilarang dan menyebabkan  munculnya keinginan di dalam hati. Allah memerintahkan mukmin agar senantiasa menjaga pandangannya, semata-mata untuk menghindari fitnah.

Bagi yang bermajelis di pinggir jalan tentu tidak terlepas dari melihat orang yang lewat, karena jalan adalah tempat berlalu lalangnya manusia. Mungkin  saja ada di antara pengguna jalan yang tidak menutup aurat dengan sempurna. Orang mukmin harus berusaha sebisa mungkin menjaga pandangannya dari sesuatu yang dapat menimbulkan efek negatif bagi dirinya. Allah berfirman:

قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ ( النور  : ٣٠)

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (Q.S. an-Nur [24] : 30).

Menghilangkan gangguan

Gangguan di jalan bisa berupa sesuatu yang dapat menghalangi pengguna jalan untuk melewatinya atau sesuatu yang dapat membahayakannya ketika melintas, seperti batu, duri, pohon yang jatuh menimpa jalan dan sebagainya. Bisa juga gangguan yang berupa perilaku manusia jail yang suka mengganggu pengguna jalan dengan tindakannya.

Hal ini adalah bentuk kepedulian terhadap sesama dan  salah satu cabang iman. Sabda Rasul  SAW:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ – أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ – شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الْإِيمَانِ (رواه مسلم)

Dari Abu Hurairah berkata, bersabda Rasulullah SAW: “Iman memiliki beberapa cabang, 60 atau 70 cabang, yang tertinggi ucapan la ilaha illalah dan terendah menyingkirkan gangguan di jalan (H.R. Muslim)

 

 

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement