Kamis 18 Jun 2020 13:42 WIB

Talas dan Singkong Cocok untuk Diversifikasi Pangan

Diversifikasi pangan sangat sangat dibutuhkan.

Pengembangan pangan lokal menjadi salah satu program yang sedang digaungkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo sebagai upaya diversifikasi pangan di tengah Pandemi Covid 19. Beberapa jenis komoditas pangan lokal menjadi andalan untuk dikembangkan saat ini seperti ubi kayu, ubijalar, talas, ganyong, porang, sagu dan lainnya.
Foto: istimewa
Pengembangan pangan lokal menjadi salah satu program yang sedang digaungkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo sebagai upaya diversifikasi pangan di tengah Pandemi Covid 19. Beberapa jenis komoditas pangan lokal menjadi andalan untuk dikembangkan saat ini seperti ubi kayu, ubijalar, talas, ganyong, porang, sagu dan lainnya.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Tingginya permintaan beras yang diiringi dengan meningkatnya jumlah penduduk dapat berakibat terhadap ketidakstabilan persediaan pangan beras. Oleh sebab itu upaya diversifikasi yakni upaya mengganti pangan pokok beras dengan tanaman sumber karbohidrat non-beras sangat dibutuhkan.

Hal ini mendorong Departemen Agronomi dan Hortikultura (AGH), Fakultas Pertanian, IPB University menyelenggarakan Webinar seri 02 yang bertajuk “Produksi dan Agronomi Tanaman Sumber Karbohidrat Non-Beras untuk Menopang Diversifikasi Karbohidrat dan Ekspor”, Kamis (11/6) melalui zoom dan live streaming Youtube. Sejumlah dosen IPB University dari Departemen AGH membagi informasi berharganya.

Tanaman-tanaman karbohidrat non-beras yang ditawarkan adalah sorgum, iles-iles, talas dan singkong.

“Kita perlu mengurangi beban beras dengan menggunakan sumber kearbohidrat lain. Salah satunya adalah dengan sorgum. Sorgum merupakan sumber karbohidrat kelima di dunia dengan kandungan protein tertinggi jika dibandingkan dengan beras. Selain itu, sorgum memiliki kelebihan yaitu bebas gluten sehingga dapat dikonsumsi oleh beberapa orang yang tubuhnya sulit untuk menyerap gluten,” terang Dr Trikoesoemaningtyas dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

 

photo
Perkebunan talas di Sumsel.  (Sumber: Humas Kementan)

Menurutnya, prospek pengembangan sorgum akan potensial untuk diproduksi menjadi beras sorgum, tepung sorgum, kecap sorgum, nektar sorgum, gula sorgum dan hand sanitizer sorgum. Adapun negara yang berpotensi untuk mengekspor sorgum, baru negara Amerika. Hal ini menunjukkan terdapat peluang besar yang dapat dikembangkan dalam industri sorgum.

Sementara itu, Prof Edi Santosa dalam pemaparannya menjelaskan tentang iles-iles dan talas. Menurutnya, iles-iles memiliki kelebihan glukomanan yakni mengandung karbohidrat rantai panjang yang kurang tercerna, netral dan memiliki viskositas tinggi.

“Iles-iles merupakan tanaman masa kini dan juga dapat berguna sebagai tanaman masa depan, jadi mari kita serius terhadap komoditas ini sebagai upaya untuk berkontribusi membangun ketahanan pangan,” tambahnya.

Ada juga talas eddoe yaitu Colocasia esculenta var antiquorum (tipe eddoe) yang juga memiliki kelebihan yakni dapat tumbuh sepanjang tahun, artinya tidak bergantung musim. Berdasarkan nilai gizi, untuk talas memiliki nilai gizi vitamin A, omega 3 dan omega 6 yang tinggi. Adapun keuntungan pada talas adalah kalori yang dimiliki lebih tinggi tetapi glikemik lebih rendah jadi gula darah tidak terlalu berfluktuasi setelah mengkonsumsi talas.

Dr Suwarto dalam presentasinya menyampaikan prospek pengembangan singkong dimana permintaan tapioka yang terus meningkat baik untuk makanan dan industri nonpangan. "Kita masih cukup banyak tugas untuk melakukan produksi singkong dalam negeri. Untuk menuju singkong yang menyejahterakan, kita perlu memperhatikan tiga pelaku yakni petani harus layak, pelaku industri dapat bahan baku yang kontinyu dan konsumen mendapatkan produk yang terjangkau harganya. Di sinilah peran pemerintah, perguruan tinggi dan badan litbang untuk bekerjasama mewujudkan hal tersebut,” ungkapnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement