Rabu 17 Jun 2020 18:34 WIB

Presiden Sebut Afsel Jadi Tempat tak Aman Bagi Wanita

Wanita semakin mendapat ancaman ketika lockdown di Afrika Selatan.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Dwi Murdaningsih
Ilustrasi Kekerasan Terhadap Perempuan
Foto: Pixabay
Ilustrasi Kekerasan Terhadap Perempuan

REPUBLIKA.CO.ID, JOHANNESBURG -- Polisi Afrika Selatan telah menangkap seorang pria berusia 31 tahun atas pembunuhan seorang wanita yang mayatnya ditusuk dan digantung di pohon pada pekan lalu. Kasus ini memicu kemarahan nasional.

Tshegofatso Pule yang berusia 28 tahun sedang hamil delapan bulan. Pembunuhnya akan muncul di pengadilan Rabu (17/6) malam.

Baca Juga

Setelah kematiannya, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa mengatakan budaya diam tentang kekerasan berbasis gender harus berakhir.

Pule hilang pada 4 Juni dan empat hari kemudian seorang anggota masyarakat menemukan mayatnya di pinggiran Johannesburg, Roodepoort. Dia digantung di pohon dan ditikam hingga menembus dada.

Dilansir di BBC, Rabu (17/6) disebutkan, ada gelombang kemarahan di Afrika Selatan setelah kematiannya dan tagar #JusticeForTshego menjadi tren di Twitter.

Pada hari Sabtu (13/6) Presiden Ramaphosa merilis pernyataan yang mengecam kekerasan berbasis gender. Dia mengatakan negara itu menjadi lebih berbahaya bagi wanita selama lockdown di Afrika Selatan.

"Kami mencatat bahwa pada saat negara ini menghadapi ancaman paling parah dari pandemi, pria yang kejam mengambil keuntungan dari berkurangnya pembatasan pada gerakan untuk menyerang perempuan dan anak-anak," katanya.

Ramaphosa mengutuk kebrutalan pembunuhan baru-baru ini, menyebut Pule dan dua korban lainnya.

Korban pertama adalah Naledi Phangindawo, wanita berusia 25 tahun itu ditikam hingga meninggal di kota pelabuhan Teluk Mossel, Sabtu lalu. Mereka yang menggunakan tagar #JusticeforNaledi ingin tersangka, yang sekarang dalam tahanan polisi, ditolak jaminan. Ia diduga adalah pasangan Naledi.

Korban kedua bernama Sanele Mfaba, wanita muda itu telah dibuang di bawah pohon di kota Soweto, Johannesburg, Jumat (12/6).

Menurut presiden, sebanyak 51 persen wanita di Afrika Selatan telah mengalami kekerasan di tangan seseorang yang memiliki hubungan dengan mereka. Dia mendesak orang-orang untuk melaporkan kejahatan.

"Kekerasan berbasis gender tumbuh subur dalam iklim kediaman. Dengan kediaman kita, dengan memalingkan wajah karena kita percaya ini adalah masalah pribadi atau keluarga, kita menjadi terlibat dalam kejahatan paling berbahaya ini," kata Presiden Ramaphosa.

Menyusul seruan atas serangkaian kasus pembunuhan tahun lalu, Presiden Ramaphosa mengatakan Afrika Selatan adalah salah satu tempat paling tidak aman di dunia bagi seorang wanita.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement