Rabu 17 Jun 2020 13:35 WIB

Pakar Akui Sulit Pastikan Kehalalan Rantai Suplai

Aspek halal di semua lini ternyata bukan hal mudah dilakukan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ani Nursalikah
Pakar Akui Sulit Pastikan Kehalalan Rantai Suplai. Chairman IHLC Sapta Nirwandar
Foto: Indonesia Halal Lifestyle Center (IHLC)
Pakar Akui Sulit Pastikan Kehalalan Rantai Suplai. Chairman IHLC Sapta Nirwandar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Indonesia Halal Lifestyle Centre (IHLC) Sapta Nirwandar mengakui sulitnya menerapkan aspek halal di semua lini. Walau Indonesia merupakan berpenduduk mayoritas Muslim, aspek halal di semua lini ternyata bukan hal mudah dilakukan.

Sapta menyebut ada sejumlah indikator halal sesuai syariat Islam. Misalnya, dengan mengucapkan nama Allah ketika memotong ayam dan mengeringkan darahnya setelah disembelih. Tujuannya memastikan kesehatan dan kualitas suatu produk baik itu berupa makanan, minuman, kosmetik, dan jasa keuangan.

Baca Juga

Namun, Sapta menyadari aspek halal ini belum tentu bisa diterapkan dari awal produk dibuat hingga sampai ke tangan konsumen. Sapta menekankan pentingnya bagi produsen untuk memastikan aspek halal di rantai suplai produksinya.

"Prosesnya penting dari hulu sampai hilir. Misal beli ayam dari potong, dimasak, dikirim sampai ke pelanggan harus halal. Memang kedengarannya gampang, tapi nyatanya berat dijalani," kata Sapta dalam seminar virtual bertema 'Indonesia Pusat Halal Dunia: Potensi Domestik dan Tantangan Global' yang diadakan Universitas Maarif Hasyim Latif (Umaha), Rabu (17/6).

Sapta mengingatkan produsen produk halal dari skala rumahan sampai industri wajib memenuhi aspek kehalalan dalam rantai suplainya. Hal ini bakal meningkatkan kepercayaan produk halal asal Indonesia di kancah dunia. Sehingga pasar halal dunia tak lantas didominasi negara berpenduduk non-Islam.

Dari laporan ekonomi negara Islam dunia edisi 2019/2020, sungguh disayangkan Brasil dan Australia mendominasi produk ekspor di pasar halal dunia. Sedangkan Indonesia hanya kebagian sedikit sekali dalam porsi pasar halal dunia.

"Halal jadi peluang bisnis. Spendingnya 2,2 triliun dolar AS pada 2018. Ini naik 5,2 persen per tahun normalnya sebelum pandemi Covid-19," ujar Sapta.

Sapta menyarankan ke depannya agar produk halal mesti merambah ranah makanan olahan. Makanan halal jangan lagi yang mentah seperti ayam dan daging potong.

"Karena makanan dan minuman yang paling tinggi konsumsinya dan produk olahan makanan sangat banyak jenisnya bukan sekadar ayam potong saja," ucap Sapta.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement