Selasa 16 Jun 2020 18:35 WIB

CORE: Ekonomi Indonesia Hanya Tumbuh 0,1-0,5 Persen

Ekonomi Indonesia pada kuartal kedua hampir dapat dipastikan mengalami kontraksi.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Pertumbuhan ekonomi
Foto: Tim infografis Republika
Pertumbuhan ekonomi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet memprediksi, pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2020 masih bisa tumbuh positif di sekitar 0,1 hingga 0,5 persen. Hanya saja, dibutuhkan perjalanan penuh hambatan untuk mencapai angka tersebut.

Yusuf menyebutkan, ekonomi pada kuartal kedua hampir dapat dipastikan mengalami kontraksi. Kebijakan social distancing sejak Maret dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang mulai diberlakukan di banyak provinsi pada April menyebabkan kegiatan ekonomi terhambat.

Baca Juga

Sementara itu, pertumbuhan positif pada kuartal ketiga cenderung sulit tercapai, meski terjadi relaksasi PSBB. "Setidaknya jika dilihat dari beragam indikator sekarang, tumbuh di level positif relatif susah," kata Yusuf ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (16/6).

Dengan merelakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada tahun ini, Yusuf berharap, pemerintah tetap fokus menjalankan pemulihan ekonomi. Khususnya perbaikan daya beli masyarakat yang tertekan akibat pembatasan kegiatan sosial dan ekonomi.

Secara tidak langsung, pemulihan daya beli masyarakat akan berdampak terhadap permintaan barang. "Jika meningkat, maka dunia usaha pun bisa ikut pulih," tutur Yusuf.

Saat ini, pemerintah telah memberikan jaring pengaman sosial dengan memberikan bantuan dalam berbagai bentuk. Misalnya ke kelompok pendapatan menengah dengan besaran biaya Rp 300 ribu perbulan. Tapi, Yusuf menilai, angka itu masih jauh dari cukup untuk menjaga daya beli masyarakat.

Di sisi lain, apabila berbicara dari aspek kesehatan, tren kenaikan kasus sepertinya belum menunjukan akan melambat secara nasional. Yusuf menyebutkan, ini juga akan menjadi faktor keberhasilan pemerintah untuk memulihkan ekonomi.

"Jadi, kemungkinan dari pelonggaran PSBB efeknya bisa optimal baru akan terasa di kuartal keempat," ujarnya.

Selain itu, pemerintah juga harus fokus pada pemulihan sektor manufaktur, terutama pada kuartal ketiga. Pemulihan ini akan menantang apabila melihat indikator indeks penjualan riil pada Mei 2020 yang diprediksikan mengalami kontraksi pertumbuhan hingga minus 22 persen, lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi, ekonomi Indonesia sepanjang 2020 masih akan berada pada rentang minus 0,4 persen hingga 2,3 persen. Tapi, target ini dapat tercapai apabila pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga dapat berada pada minimal level nol persen dan semakin membaik pada kuartal keempat.

Sri sendiri memperkirakan, kuartal kedua akan menjadi masa terberat bagi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi pada periode ini diproyeksikan minus 3,1 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.

"Nah, kita harap (pertumbuhan ekonomi) kuartal ketiga dekati nol, sehingga technically nggak resesi," ujarnya dalam konferensi pers Kinerja APBN Kita, Selasa (16/6).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement